Sabtu, 18 Mei 2013

KASUS PERSENGKETAAN DESA CAMAR BULAN ANTARA KALIMANTAN BARAT DAN SERAWAK


DI SUSUN OLEH :
NAMA                       : PREMITA LISAWATI
NPM                          : 15211571
KELAS                      : 2EA14
 
Karya tulis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan Mengikuti Ujian Tengah Semester (UTS) Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan

FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS GUNADARMA
2013



KATA-KATA MUTIARA
 
“Orang yang mulia memperhatikan hal yang baik dari orang lain, tidak menitik beratkan pada keburukannya. Orang yang tak bermutu melakukan kebalikannya. Orang yang melakukan kesalahan dan tidak berusaha memperbaikinya, sebenarnya dia sedang melakukan kesalahan berikutnya”





KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat-Nya. Shalawat serta salam tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan para pejuang-pejuang keadilan akhir zaman.
Sehubungan dengan terselesaikannya karya tulis ini tidak dapat lepas dari bantuan berbagai pihak, dan saya sebagai penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1.   Dosen pembimbing Bapak Jumharjinis yang telah membantu dan membimbing proses penulisan karya ilmiah
2.   Orang tua saya yang telah memberikan support serta doa yang membantu saya dalam proses penulisan karya ilmiah ini
3.   Teman-teman tercinta yang sudah meminjamkan materi dan memberi banyak masukan, catatan-catatan kecil dan contoh penulisan karya ilmiah ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat bermanfaat sebagai pembelajaran dalam menambah wawasan pengetahuan dan pendidikan dimasa mendatang.

Depok, April 2013

Premita Lisawati




DAFTAR ISI
KATA-KATA MUTIARA…..……………………………………………………i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………………..1
1.1   Latar Belakang ……………………………………………………………….1
1.2   Rumusan Masalah ……………………………………………………………4
1.3   Batasan Masalah ……………………………………………………………..4
1.4   Tujuan Penulisan ……………………………………………………………..4
1.5   Sistematika Penulisan ………………………………………………………..5
BAB II  LANDASAN TEORI …………………………………………….…….6
BAB III METODE PENULISAN ………………………………………………8
BAB IV PEMBAHASAN ………………………………………………………..9
4.1   Pengertian Wawasan Nusantara …………………..………………………….9
4.2   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara …………………..10
4.3   Ajaran Dasar Wawasan Nusantara ………………………………………….14
4.4   Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara ……………………...17
4.5   Implementasi Konsepsi Wawasan Nusantara ………………………………18
4.6   Unsur-unsur Wawasan Nusantara …………………………………………..25
4.7   Contoh Kasus ……………………………………………………………….26
BAB V PENUTUP ……………………………………………………………...32
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………………….32
5.2 Saran ……………………………………………………………………........33
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………..34
CV………………………………………………………………………………..35

 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Salah satu persyaratan mutlak harus dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah kepulauan telah diletakkan melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.  Deklarasi tersebut memiliki nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia.
Sebagai negara kepulauan dengan masyarakatnya yang  berbhineka, negara Indonesia memiliki unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya akan sumber daya manusia (SDM). Kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa, satu negara dan satu tanah air. Dalam kehidupannya, bangsa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh interaksi dan interelasi dengan lingkungan sekitar (regional atau internasional). Salah satu pedoman bangsa Indonesia wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara disebut Wawasan Nusantara. Karena hanya dengan upaya inilah bangsa dan negara Indonesia tetap eksis dan dapat melanjutkan perjuangan menuju masyarakat yang adil, makmur dan sentosa.
Masalah perbatasan wilayah erat kaitannya dengan pemahaman dan pelaksanaan konsep wawasan nusantara. Akhir-akhir ini makin marak berita yang menayangkan berbagai persengketaan wilayah antar Negara, mulai dari persengketaan wilayah oleh Palestina dan Israel yang belum juga menemukan titik pemecahan sampai detik ini sampai masalah yang terjadi di wilayah Nusantara sendiri. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dengan pulau-pulau besar dan ribuan pulau kecil, dan letaknya yang di antara dua benua dan dua samudra sangat rawan dengan akan adanya masalah perbatasan. Masalah perbatasan sudah acap kali terjadi terjadi antara Indonesia dengan negara tetangga. Seperti kasus Camar  Bulan yang sedang ramai diperbincangkan. Sebelum membahas mengenai Camar Bulan dan kaitannya dengan konsep serta implementasi wawasan nusantara, ada baiknya kita kilas balik mengenai masalah Camar Bulan sebagai acuan untuk masalah ini.
Isu perbatasan di Sekitar Desa Temajuk, Dusun Camar Bulan (sekitar Tanjung Datu) sedang hangat dibicarakan di media di Indonesia. Seperti bisa diduga, isu perbatasan dengan Malaysia selalu menghebohkan. Batas darat Indonesia-Malaysia di Sekitar Tanjung Datu mengikuti batas yang telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris sebagai penjajah/pendahulu yang waktu itu menguasai Borneo/Kalimantan.

Persoalan timbul saat ini, bahwa Malaysia mengklaim wilayah Camar Bulan adalah wilayah Malaysia dengan mendasarkan kepada MoU pada Tahun 1975 di Kinabalu (Malaysia) dan 1978 Di Semarang (Indonesia) tentang hasil pengukuran bersama tanah tersebut, namun MoU adalah bersifat sementara atau tidak tuntas atau bisa ditinjau lagi (modus vivendi),  jika berdasarkan fakta dan juga dokumen peta, maka MoU yang sifatnya sementara tersebut tidak sesuai dengan Peta Negara Malaysia dan Federated Malay State Survey Tahun 1935, sehingga Indonesia dirugikan 1.449 Ha dan juga bertentangan dengan Pemetaan Kapal pemetaan Belanda van Doorn Tahun 1905 dan 1906 serta Peta Sambas Borneo (N 120-E1098/40 Greenwid, tetapi kemudian Malaysia buru-buru memasukan Outstanding Boundary Problems (OPB) Camar Bulan kedalam Peta Kampung Serabang, Serawak, Malaysia.

Persoalan tersebut kemudian diperparah dengan adanya temuan Warga Dusun Camar Bulan, Temajuk, Kecamatan Paloh, Sambas, mengenai bukti areal bongkahan patok dan pecahan batu semen yang diduga patok batas A104 dihancurkan Malaysia. Komisi II DPR pun langsung meradang. Temuan itu dijadikan bukti pertemuan pemerintah RI dan Malaysia akhir 2011 ini di Jakarta. Menurut Hakam Naja, apa yang ada dalam peta 1891 dengan bunyi perjanjian tak sama, setelah diteliti, tak melewati watershed (mata air). Maka peta yang dibuat Kerajaan Inggris ini perlu dikaji lebih mendalam lagi. Apakah itu benar, atau sama dengan gambar peta. Oleh karena hal tersebut dibuat dengan menggunakan teknologi di zaman sekitar seabad lalu. Apabila bukti patahan ini benar berasal dari patok A104, berarti Malaysia telah mencaplok wilayah kedaulatan NKRI. Kendati ada bukti awal pencaplokan, Naja memaklumi pengamanan aparat keamanan di perbatasan yang mengacu perjanjian 1978. Meski masih bersifat MoU, tapi telah disepakati kedua negara.

Penanganan masalah perbatasan dengan pendekatan prosperity approach tentunya tidak akan terlepas dengan pemenuhan berbagai kebutuhan penunjang peningkatan kesejahteraan dan sumber daya manusia di wilayah perbatasan. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa faktor-faktor penghambat pengembangan perbatasan diantaranya adalah terbatasnya prasarana dan sarana.

Sengketa Camar Bulan antara Indonesia dan Malaysia disebabkan oleh batas wilayah daratan. Perbedaan prinsip penentuan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia dimana Malaysia mengklaim bahwa Camar Bulan merupakan wilayah mereka, sedangkan itu adalah wilayah Indonesia. Upaya sengketa tersebut dilakukan dengan cara negosiasi bilateral antar kedua negara yang hingga sekarang belum terselesaikan.
Belajar dari masalah Camar Bulan maka diperlukan suatu pemahaman mengenai konsep kepulauan Indonesia yang lazim disebut dengan Wawasan Nusantara serta implementasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini penting untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh yang terbentang dari ujung barat, Sabang, hingga ke ujung timur, Merauke.
Wawasan nusantara merupakan bekal yang penting dalam usahanya mempertahankan keutuhan persatuan dan kesatuan yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional guna menciptakan atmosfer yang kondusif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
1.2  Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah :
A.   Pengertian Wawasan Nusantara
B.    Faktor-faktor yang mempengaruhi Wawasan Nusantara
C.    Ajaran dasar Wawasan Nusantara
D.   Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara
E.    Implementasi Wawasan Nusantara
F.    Unsur-unsur dari Wawasan Nusantara

1.3  Batasan Masalah
Dalam hal ini pembahasan mengenai Kondisi dan Wilayah Negara terbatas hanya pada kasus Sengketa Wulan Camar antara Kalimantan Barat dan Serawak.
1.4  Tujuan Penulisan
a.     Sebagai pembelajaran dalam menambah wawasan pengetahuan dan pendidikan tentang Wawasan Nusantara.
b.     Memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan kewarganegaraan.


1.5  Sistematika Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini terdiri dari 5 bab dimana setiap bab-nya memiliki sub bab, sistematikanya adalah :
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Pada bab ini berisikan landasan teori-teori yang mengacu pada tema penulisan karya ilmiah ini
BAB III Metode Penelitian
Pada bab ini membahas tentang objek penelitian dan bagaimana penulis memperoleh data untuk penulisan karya tulis ini, apakah menggunakan metode studi lapangan terjun langsung kelapangan dan mewawancarai narasumber untuk memperoleh informasi, atau dengan metode studi pustaka dengan mencari data melalui buku dan internet yang berhubungan dengan tema penulisan karya tulis ini.
BAB IV Pembahasan
Pada bab ini berisi uraian judul yang dipakai yaitu tentang kasus persengketaan Desa Camar Bulan antara Kalimantan Barat dan Serawak. Dan juga contoh kasusnya.
BAB V Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran atas isi dari karya ilmiah ini.


BAB II
LANDASAN TEORI
Sebelum membahas Wawasan Nusantara kita sebaiknya terlebih dahulu mengerti dan memahami Wawasan Nasional suatu bangsa secara universal. Suatu bangsa meyakini bahwa kebenaran yang hakiki atau kebenaran yang mutlak adalah kebenaran yang datang dari Tuhan, pencipta alam semesta. Manusia memiliki kelebihan dari makhluk lainnya melalui akal pikiran dan budi nuraninya. Namun kemampuan dalam menggunakan akal pikiran dan budi nurani tersebut terbatas, sehingga manusia yang satu dengan manusia yang lain tidak memiliki tingkat kemampuan yang sama. Ketidaksamaan tersebut menimbulkan perbedaan pendapat, kehidupan, kepercayaan dalam hubungan dengan penciptanya dan melaksanakan hubungan dengan sesamanya dan dalam cara melihat serta memahami sesuatu. Perbedaan-perbedaan inilah yang kita sebut keanekaragaman. Dalam kehidupan bebangsa dan bernegara, keanekaragaman tersebut memerlukan perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu memelihara keutuhan Negaranya.
Suatu bangsa yang telah bernegara, dalam menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya. Pengaruh itu timbul dari hubungan timbal balik antara filosofi bangsa, ideologi, aspirasi serta cita-cita dan kondisi sosial masyarakat, budaya, tradisi, keadaan alam, wilayah serta pengalaman sejarahnya.
Pemerintah dan rakyat memerlukan suatu konsepsi berupa wawasan nasional untuk menyelenggarakan kehidupannya. Wawasan ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri bangsa. Kata “wawasan” itu berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang artinya terlihat atau memandang. Dengan penambahan akhiran “an” kata ini secara harfiah berarti : cara penglihatan atau cara tinjau atau cara pandang.
Istilah Nusantara berasal dari kata Nusa dan Antara, Nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan. Antara artinya menunjukan letak antara dua unsur. Jadi Nusantara artinya kesatuan kepulauan yang terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia dan dua samudera atau lautan yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Jika ditinjau dari letaknya secara nyata Nusantara berada di Asia Tenggara yang melewati garis khatulistiwa atau garis equator atau bisa juga disebut terletak di bawah Geostationary Satellite Orbit (GSO). Karena beberapa faktor tersebut maka kata “Nusantara” dapat digunakan sebagai pengganti nama Indonesia.
Kehidupan suatu bangsa dan Negara senantiasa  dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis. Karena itu, wawasan itu harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan oleh lingkungan strategis dan dalam mengejar kejayaannya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan, satu bangsa perlu memperhatikan tiga faktor utama yaitu :
1.     Bumi atau ruang dimana bangsa itu hidup
2.     Jiwa, tekad dan semangat manusia atau rakyatnya
3.     Lingkungan sekitarnya

  
BAB III
METODE PENULISAN
3.1  Objek Penulisan
Objek yang penulis pilih ini adalah tentang persengketaan Wilayah Desa Camar Bulan antara Kalimantan Barat dan Serawak yang mencakup permasalahannya, dan batas-batas wilayahnya.
3.2  Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam membantu menyelesaikan tugas ini adalah metode studi pustaka, yaitu penulisan yang mendapatkan informasi atau data dari berbagai referensi baik dari buku maupun internet.


BAB IV
PEMBAHASAN
4.1  Pengertian Wawasan Nusantara
1.     Pengertian Wawasan Nusantara berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN adalah :
Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

2.     Pengertian Wawasan Nusantara menurut Prof. DR. Wan Usman (Ketua Program S-2 PKN-UI) :
“Wawasan Nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam” Hal tersebut disampaikan pada waktu lokakarya Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional di Lemhannas pada bulan Januari tahun 2000. Ia juga menjelaskan bahwa Wawasan Nusantara merupakan geopolitik Indonesia.

3.     Pengertian Wawasan Nusantara, menurut Kelompok Kerja Wawasan Nusantara, yang diusulkan menjadi Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dibuat di Lemhannas tahun 1999 adalah :
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional”
Sedangkan Kedudukan Wawasan Nusantara adalah :
Wawasan Nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan. Maka itu, visi Bangsa Indonesia harus sesuai dengan konsep wawasan nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan wilayah yang satu dan utuh pula. Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional berkedudukan sebagai landasan visional.

4.2  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara
1.   Wilayah (Geografi)
a.   Asas Kepulauan (Archipelagic Principle)
Kata ‘archipelago’ dan ‘archipelagic’ berasal dari kata Italia ‘archipelagos’. Akar katanya adalah ‘archi’ berarti terpenting, terutama dan ‘pelagos’ berarti laut atau wilayah lautan. Jadi, archipelago dapat diartikan sebagai lautan terpenting.
Istilah archipelago antara lain terdapat dalam naskah resmi perjanjian antara Republik Venezza dan Michael Palaleogus pada tahun 1268. Perjanjian ini menyebut “Arc(h) Pelago” yang maksudnya adalah “Aigaius Pelagos” atau Laut Aigia yang dianggap sebagai laut terpenting oleh Negara-negara yang bersangkutan. Pengertian ini kemudian berkembang tidak hanya Laut Aigia tetapi termasuk pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian menjadi pulau-pulau saja tanpa menyebut unsur lautnya sebagai akibat penyerapan bahasa Barat, sehingga archipelago selalu diartikan kepulauan atau kumpulan pulau.
Lahirnya asas archipelago mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh, sementara tempat unsur perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai unsur penghubung dan bukan unsur pemisah. Asas dan wawasan kepulauan ini dijumpai dalam pengertian The Indian Archipelago. Kata ‘archipelago’ pertama kali dipakai oleh John Crawford dalam bukunya The History of Indian Archipelago (1820). Kata Indian Archipelagos diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda Indische Archipel, yang semula ditafsirkan sebagai wilayah kepulauan Andaman sampai Marshanai.
2.   Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata “Geo” atau bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan nasional.
Beberapa pendapat dari pakar-pakar Geopolitik antara lain :
a.     Frederich Ratzel (1844-1904)
Pada abad ke-19, Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik sebagai hasil penelitiannya yang ilmiah dan universal. Pokok-pokok ajaran F. Ratzel adalah :
1)    Dalam hal-hal tertentu pertumbuhan Negara dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang lingkup, melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup, menyusut dan mati.
2)    Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang tersebut, makin besar kemungkinan kelompok politik itu tumbuh (teori ruang, konsep ruang).
3)    Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul saja yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
4)    Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam. Apabila wilayah/ruang hidup tidak mendukung, bangsa tersebut akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan alam di luar wilayahnya (ekspansi). Hal ini melegitimasikan hukum ekspansi, yaitu perkembangan atau dinamika budaya dalam bentuk gagasan, kegiatan harus diimbangi oleh pemekaran wilayah yang pada hakikatnya bersifat sementara. Apabila sudah tidak memenuhi keperluan, ruang itu dapat diperluas dengan mengubah batas-batas Negara baik secara damai maupun jalan kekerasan atau perang.


b.     Rudolf Kjellen (1864-1922)
Kjellen melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Kjellen menegaskan bahwa Negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “prinsip dasar”. Ajaran Kjellen adalah :
1)    Negara merupakan satuan biologis, suatu organisme hidup yang memiliki intelektual. Negara dimungkinkan untuk memperoleh ruang yang cukup luas agar kemampuan dan kekuatan rakyatnya dapat berkembang secara bebas.
2)    Negara merupakan suatu sistem politik yang meliputi bidang-bidang geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik, dan krato politik (politik memerintah).
3)    Negara tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar. Ia harus mampu berswasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya. Ke dalam untuk mencapai persatuan dan kesatuan yang harmonis dan ke luar untuk memperoleh batas-batas Negara yang lebih baik.

c.     Karl Haushofer (1896-1946)
Pandangan Karl Haushofer berkembang di Jerman ketika Negara ini berada di bawah kekuasaan Adolf Hitler. Pandangan ini juga dikembangkan di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Pokok-pokok teori Haushofer ini pada dasarnya menganut teori Kjellen yaitu :
1)    Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium Maritim untuk menguasai pengawasan di laut.
2)    Beberapa Negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, Asia Barat (Jerman dan Italia) serta Jepang di Asia Timur Raya.
3)    Geopolitik adalah doktrin Negara yang menitikberatkan soal-soal strategi perbatasan. Ruang hidup bangsa dan tekanan-tekanan kekuasaan dan sosial yang rasial mengharuskan pembagian baru kekayaan alam di dunia. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan politik dalam perjuangan mendapatkan ruang hidup.

d.     Sir  Halford Mackinder (1861-1947)
Teori ahli Geopolitik ini pada dasarnya menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan Wawasan Benua, yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan : barang siapa yang dapat menguasai “Daerah Jantung”, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia) ia akan dapat menguasai “Pulau Dunia” yaitu Eropa, Asia dan Afrika. Selanjutnya barang siapa dapat menguasai pulau dunia akhirnya dapat menguasai dunia.

e.     Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred Thyer Mahan (1840-1914)
Kedua ahli ini mempunyai gagasan “Wawasan Bahari” yaitu kekuatan di lautan. Ajarannya mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”. Menguasai perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia” sehingga pada akhirnya menguasai dunia.

f.      Giulio Douhet (1869-1930) dan William Mitchel (1878-1939)
Para ahli ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling menentukan. Mereka melahirkan teori “Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan di udara. Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya yang dapat diandalkan untuk menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya di kandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.


g.     Nicholas J. Spykman (1879-1936)
Ajaran ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori Daerah Batas (Rimland), yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan darat, laut, dan udara. Ia membagi dunia dalam empat wilayah :
1)    Pivot area : mencakup wilayah daerah jantung.
2)    Offshore continent land : mencakup wilayah pantai benua Eropa-Asia
3)    Oceanic Belt : mencakup wilayah pulau di luar Eropa-Asia, Afrika Selatan.
4)    New World : mencakup wilayah Amerika.

4.3  Ajaran Dasar Wawasan Nusantara
1.     Wawasan Nusantara sebagai Wawasan Nasional Indonesia
Sebagai bangsa majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik, ekonomi, sosbud maupun hankamnya, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah. Untuk itu pembinaan dan penyelenggaraan tata kehidupan bangsa dan Negara Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal balik antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi sosial budaya dan pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang kemajemukan dan kebhinekaan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.

Gagasan untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan tersebut merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya, yang dikenal dengan istilah Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia dan diberi nama Wawasan Nusantara.

Dari pengertian-pengertian seperti di atas, pengertian yang digunakan sebagai acuan pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara ialah Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia, yaitu cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap menghargai serta menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional untuk mencapai tujuan nasional.

2.     Landasan Idiil : Pancasila
Pancasila telah diakui sebagai ideologi dan dasar Negara yang terumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada hakikatnya, Pancasila mencerminkan nilai keseimbangan, keserasian, keselarasan, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, kebersamaan dan kearifan dalam membina kehidupan nasional. Perpaduan nilai-nilai tersebut mampu mewadahi kebhinekaan seluruh aspirasi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan sumber motivasi bagi perjuangan seluruh bangsa Indonesia dalam tekadnya untuk menata kehidupan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berdaulat dan mandiri. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar Negara mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para penyelenggara Negara, para pimpinan pemerintahan, dan seluruh rakyat Indonesia.

Penanaman Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diaktualisasikan dengan mensyukuri segala anugerah Sang Pencipta baik dalam wujud konstelasi dan posisi geografi maupun segala isi dan potensi yang dimiliki oleh wilayah nusantara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi peningkatan harkat dan martabat bangsa dan Negara Indonesia dalam pergaulan antarbangsa. Hal-hal tersebut menimbulkan dorongan kepada bangsa Indonesia untuk membina dan mengembangkan segala aspek dan dimensi kehidupan nasionalnya secara dinamis, utuh dan menyeluruh agar ia mampu mempertahankan identitas, integritas, dan kelangsungan hidup serta pertumbuhannya dalam perjuangan mewujudkan cita-cita nasional.

Dengan demikian, Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia telah dijadikan landasan Idiil dan dasar Negara sesuai dengan yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Karena itu, Pancasila sudah seharusnya serta sewajarnya menjadi landasan Idiil Wawasan Nusantara.


3.     Landasan Konstitusional : UUD 1945
UUD 1945 merupakan konstitusi dasar yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bangsa Indonesia sepakat bahwa Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik dan berkedaulatan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Karena itu, Negara mengatasi segala paham golongan, kelompok, dan perseorangan serta menghendaki persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek dan dimensi kehidupan nasional. Artinya, kepentingan Negara dalam segala aspek dan perwujudannya lebih diutamakan di atas kepentingan golongan, kelompok, dan perseorangan berdasarkan aturan, hukum, dan perundang-undangan yang berlaku yang memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM), aspirasi masyarakat, dan kepentingan daerah yang berkembang saat ini.

Bangsa Indonesia menyadari bahwa bumi, air dan dirgantara diatasnya serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Karena itu, bangsa Indonesia bertekad mendayagunakan segenap kekayaan alam, sumber daya, serta seluruh potensi nasionalnya berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, seimbang, serasi dan selaras untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan segenap bangsa dan seluruh tumpah darah dengan tetap memperhatikan kepentingan daerah penghasil secara proporsional dalam keadilan.

Dengan demikian, UUD 1945 seharusnya dan sewajarnya menjadi landasan konstitusional dari Wawasan Nusantara yang merupakan cara pandang bangsa Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

4.4  Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara
1.     Kedudukan
a.     Wawasan nusantara sebagai wawasan nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya mencapai serta mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
b.     Wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat stratifikasinya sebagai berikut :
1)    Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa dan dasar Negara berkedudukan sebagai landasan Idiil.
2)    Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusi Negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
3)    Wawasan nusantara sebagai visi nasional, berkedudukan sebagai landasan visional.
4)    Ketahanan nasional sebagai konsepsi nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional, berkedudukan sebagai landasan operasional.

2.     Fungsi
Wawasan nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan bagi penyelenggara Negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh rakyat Indoneisa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

3.     Tujuan
Wawasan nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan nasional dari pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah. Hal tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan individu tersebut.

4.5  Implementasi Konsepsi Wawasan Nusantara
1.     Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang perang dan damai : “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuatan, karena hal tersebut mengandung benih-benih persengketaan dan ekspansionisme. Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia menyatakan bahwa : Ideologi digunakan sebagai landasan Idiil dalam menentukan politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konsentrasi geografi Indonesia dengan segala aspek kehidupan nasionalnya. Tujuannya adalah agar bangsa Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa dan negaranya di tengah-tengah perkembangan dunia.

2.     Implementasi Konsepsi Wawasan Nusantara
Geopolitik bagi Indonesia pada dasarnya merupakan kebijakan dalam rangka mencapai tujuan nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis Negara berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut.

Wilayah Negara Indonesia dituangkan dalam pasal 25A UUD 1945 Amandemen IV yang menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang. Berdasarkan ketentuan dari pasal tersebut bangsa Indonesia mengembangkan paham geopolitik nasionalnya yang disebut Wawasan Nusantara. Selanjutnya Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia dikembangkan sesuai dengan Pancasila oleh sebab itu Wawasan Nusantara Indonesia tidak mengandung unsur-unsur ekspansionalisme maupun kekerasan yang dapat diartikan bahwa tidak ada keinginan bangsa Indonesia untuk memperluas wilayah sebagai ruang hidupnya. Berdasarkan fakta geografis dan sejarah inilah saja yang diakui sebagai wilayah Indonesia beserta apa yang ada di dalamnya kemudian dipandang sebagai satu kesatuan yang seutuhnya.

Implementasi tentang konsepsi wawasan nusantara di Negara Indonesia dituangkan dalam Ketetapan MPR mengenai GBHN. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa wawasan dalam penyelenggaraan pembangunan nasional dalam mencapai Tujuan Pembangunan Nasional adalah Wawasan Nusantara.

Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Hakikat Wawasan Nusantara merupakan kesatuan bangsa dan keutuhan wilayah Indonesia. Cara pandang Indonesia tersebut dalam kehidupan nasional mencakup :
1)    Implementasi kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik, dalam arti :
a.     Bahwa kebutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuan mitra seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bangsa.
b.     Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku dan berbicara dalam berbagai macam bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c.     Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib, sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad di dalam mencapai cita-cita bangsa.
d.     Bahwa Pancasila adalah merupakan satu-satunya falsafah dan ideologi bangsa dan Negara yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa mencapai tujuannya.
e.     Bahwa seluruh kepulauan Nusantara merupakan kesatuan hukum dalam arti bahwa ada satu hukum yang mengabdi kepada kepentingan nasional.

2)    Implementasi kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a.     Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b.     Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya.

3)    Implementasi kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya, dalam arti :
a.     Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu. Perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata, dan seimbang serta adanya keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
b.     Bahwa budaya bangsa Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan berbagai corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.

4)    Implementasi kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan (Hankam), dalam arti :
a.     Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakikatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan Negara.
b.     Bahwa tiap-tiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan Negara.
Tiap-tiap cakupan arti dari Implementasi kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan (POLEKSOSBUD-HANKAM) terkandung dalam Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1998 tentang Garis-Gasis Besar Haluan Negara.
Pada masa sekarang ini dengan tidak adanya lagi GBHN, maka rumusan Wawasan Nusantara berdasarkan Ketetapan MPR menjadi tidak ada namun sesuai dengan konsepsi sistem ketatanegaraan maka yang menjadi dasar hukumnya sesuai dengan konstitusi adalah Pasal 25 A UUD 1945 Amandemen IV yang berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan Undang-Undang”. Adapun Undang-Undang yang mengatur hal ini adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
3.     Wilayah Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Geografi adalah wilayah yang tersedia dan terbentuk secara alamiah oleh alam nyata. Kondisi obyektif geografis sebagai modal dalam pembentukan suatu Negara merupakan suatu ruang gerak hidup suatu bangsa yang di dalamnya terdapat sumber kekayaan alam dan penduduk yang mempengaruhi pengambilan keputusan/kebijaksanaan politik Negara tersebut. Karena itu, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara fungsi maupun pengaruh geografi terhadap sikap dan tata laku Negara yang bersangkutan merupakan suatu fenomena yang mutlak diperhitungkan. Demikian pula sebaliknya, dampak sikap dan tata laku Negara terhadap kondisi geografis sebagai tata hubungan antara manusia dan wadah lingkungannya perlu diperhitungkan.
Kondisi obyektif geografi Nusantara, yang merupakan untaian ribuan pulau yang tersebar dan terbentang di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat strategis, memiliki karakteristik yang berbeda dari Negara lain.  Wilayah Indonesia pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 masih mengikuti Territoriale Zee En Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939, dimana lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari masing-masing pantai pulau Indonesia. Kemudian sebagai pengganti Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939 adalah Deklarasi Juanda 1957 (tepatnya dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1957) yang berbunyi “Bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghibungkan pulau-pulau yang termasuk Negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan mutlak Negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan atau mengganggu kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batar landas laut territorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia. Ketentuan-ketentuan di atas akan diatur selekas-lekasnya dengan Undang-Undang
Isi pokok Deklarasi Juanda adalah menyatakan laut territorial Indonesia adalah selebar 12 mil tidak lagi 3 mil berdasarkan point to point theory. Deklarasi Juanda dinyatakan sebagai pengganti Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie tahun 1939 dengan tujuan :
a.     Perwujudan bentuk wilayah Negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat
b.     Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia disesuaikan dengan asas Negara kepulauan
c.     Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Deklarasi Juanda dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang berisi :
a.       Perairan Indonesia adalah laut wilayah Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia
b.      Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut 12 mil laut
c.       Perairan pedalaman Indonesia adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis dasar.
Keluarnya Deklarasi Juanda 1957 tersebut melahirkan konsepsi wawasan Nusantara di mana laut tidak lagi sebagai pemisah, tetapi sebagai penghubung. Wawasan Nusantara dibangun dari konsepsi kewilayahan. Negara Indonesia adalah satu kesatuan wilayah yang berciri Nusantara. Undang-Undang mengenai perairan Indonesia selanjutnya diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Maka dari itu berubahlah luas wilayah dari +2 juta km2 menjadi +5 juta km2 dimana +65% wilayahnya terdiri dari laut/perairan. Karena itu tidaklah mustahil Indonesia dikenal sebagai Negara kepulauan (Negara maritim). Sedangkan yang +35% lagi adalah daratan yang terdiri dari 17.508 buah pulau yang antara lain berupa 5 buah pulau besar yakni Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya (Papua) dan +11.808 pulau-pulau kecil yang belum diberi namanya. Luas daratan dari seluruh pulau-pulau tersebut adalah +2.028.087 km2 , dengan panjang pantai +81.000 km. topografi daratannya berupa pegunungan dengan gunung-gunung berapi yang masih aktif maupun tidak.
Sekarang pengertian kata Nusantara adalah kepulauan Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau besar maupun kecil yang berada pada batas-batas astronomis :
Utara : 06 08 LU
Selatan : 11 15 LS
Barat : 94 45 BT
Timur : 141 05 BT
Jarak Utara-Selatan : +1.888 km
Jarak Barat-Timur : +5.110 km
Melalui konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional yang ketiga tanggal 30 April 1982, pokok-pokok asas Negara kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 82 (United Nation Convention on the Law of the Sea atau Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut).
Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985 pada tanggal 31 Desember 1985. Sejak tanggal 16 November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara dan menjadi hukum positif sejak 16 November 1994.
Pada tahun 1969 negara Indonesia mengeluarkan Deklarasi tentang landas kontinen Indonesia. Deklarasi itu berintikan :
1)      Kekayaan alam di landas kontinen adalah milik Negara bersangkutan
2)      Batas landas kontinen yang terletak di antara dua Negara adalah garis tengahnya.
Tentang landas kontinen dikuatkan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1980 pemerintah Indonesia mengeluarkan pengumuman tentang Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. ZEE berintikan :
1)      Lebar Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia 200 mil diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia
2)      Hak berdaulat untuk menguasai kekayaan sumber alam di ZEEI
3)      Lautan di ZEEI tetap merupakan lautan bebas untuk pelayaran Internasional. ZEEI diterima oleh hampir seluruh peserta konferensi Hukum Laut Internasional di Jamaika tahun 1982 dan dikukuhkan oleh Pemerintah RI dengan UU No. 5/1983.


4.6  Unsur-unsur Wawasan Nusantara
1.      Wadah (Contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan penduduk dengan aneka ragam budaya. Bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai kegiatan kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai lembaga dalam wujud infrastruktur politik.

2.     Isi (Content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang esensial yaitu :
a.       Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
b.      Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.

3.     Tata Laku (Conduct)
Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi yang terdiri dari tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia sedangkan tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.
4.7   Contoh Kasus
Sebelumnya mungkin banyak orang Indonesia yang belum begitu mengenal nama Kawasan Camar Bulan ini.  Tetapi saat ini daerah Camar Bulan sedang menjadi pemberitaan hangat, karena dikabarkan Malaysia mengklaim bahwa kawasan daerah ini merupakan milik Malaysia padahal kawasan ini adalah milik Indonesia.  Hal ini dikarenakan patok perbatasan di daerah tersebut telah tergeser dari posisi semula sesuai dengan perjanjian kedua belah negara, Akan tetap bila ternyata bergesernya patok karena ulah masyarakat setempat, pemerintah harus introspeksi. 
Camar Bulan ini terletak di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas,  Kalimantan Barat.  Kawasan ini sendiri memiliki luas sekitar 1.499 hektare. Camar Bulan yang terletak di desa Temanjuk, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan barat ditandai dengan pilar-pilar/tugu batas dengan notasi A1, A2, A3, A4 dan seterusnya ke arah selatan, yang merupakan rangkaian pilar perbatasan RI – Malaysia di Kalimantan  Barat  dan  Kalimantan Timur.  Sampai dengan saat ini jumlah  kesemuanya ada 19.328 pilar dengan notasi A, B, C, D dan seterusnya sampai  ke Pulau Sebatik.

Dengan memperhatikan peta Topografi Angkatan Darat tahun 2004 Nomor:3128-IV, Tanjung Datu, Camar Bulan dan Nomor: 3129 III, Temanjuk Besar, ditetapkan bahwa di sekitar Camar Bulan terdapat tugu batas A4.  Selain pilar/tugu perbatasan terserbut,  berdasarkan hasil perjanjian pemerintah RI – Malaysia juga  telah  didokumentasikan,  pos  perbatasan telah dibangun oleh pemerintah RI – Malaysia, serta patroli perbatasan bersama juga telah dilaksanakan.  Wilayah tersebut masuk wilayah Indonesia yang sah berdasarkan Traktat London tahun 1824. Apa itu Traktat London? Traktat London adalah kesepakatan bersama antara Kerajaan Inggris dan Hindia Belanda terkait pembagian wilayah administrasi tanah jajahan kedua negara.

Memang apabila dilihat para penduduk daerah  ini sudah terbiasa bergaul dgn negara tetangga malaysia, bahkan terjadi proses pembauran dan akulturasi turun temurun. Misalnya bapak si ‘a’ sbg wni tapi anaknya warga negara malaysia, serta sebaliknya. Akses dua negara ini adalah 15 menit-an via darat (tanpa paspor, cukup naik ojek), atau lewat laut yg biasa ditempuh normal 30 menit-an dengan sampan bermotor (nelayan).
Konflik dan perseteruan mengenai wilayah antara Indonesia dan Malaysia bukanlah kali pertama, sudah tercatat beberapa wilayah khususnya daerah perbatasan menuai perseteruan, yang paling memprihatinkan adalah Pulau Sipadan dan Ligitan yang diambil oleh Malaysia beberapa waktu lalu.Dan memang Lokasi Camar Bulan Kalimantan Barat ini merupakan daerah rawan karena merupakan perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Batas darat Indonesia-Malaysia di Sekitar Tanjung Datu mengikuti batas yg telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris sebagai penjajah/pendahulu yang waktu itu menguasai Borneo/Kalimantan. Dalam Hukum Internasional dikenal prinsip Uti Possidetis Juris, artinya wilayah dan batas wilayah suatu negara, mengikuti wilayah dan batas wilayah pendahulu/penjajahnya. Prinsip Uti Possidetis Juris inilah yg dijadikan dasar oleh Indonesia dan Malaysia saat menetapkan batas wilayah di sekitar Tanjung Datu. Prinsip ini juga dominan dianut oleh negara-negara di Asia Tenggara.

Menurut prinsip hukum internasional, uti possidetis juris, wilayah Indonesia meliputi semua bekas wilayah jajahan Hindia Belanda. Dengan kata lain, setiap jengkal wilayah jajahan Hindia Belanda di Nusantara ini adalah wilayah NKRI, termasuk batas-batasnya dengan negara tetangga.

Jika merujuk pada teori klasik pembuatan batas, ada empat tahap yang harus dilakukan yaitu alokasi, delimitasi, demarkasi, dan administrasi. Ini dikemukakan oleh Stephen B. Jones pada tahun 1945 dan dipercaya masih benar adanya sampai saat ini. Alokasi adalah proses penentuan secara umum kawasan yang menjadi milik satu pihak dan pihak lain, tanpa melakukan pembagian secara akurat/teliti. Proses ini bersifat politis. Delimitasi adalah penetapan garis batas secara teliti di atas peta, berdasarkan proses alokasi sebelumnya. Demarkasi adalah proses penegasan titik dan garis batas dengan pemasangan pilar/patok di lapangan berdasarkan delimitasi sebelumnya. Tahap terakhir adalah administrasi yang berarti adalah Pengelolaan perbatasn, termasuk pemeliharaan titik/garis.  Yang utama dari tahap ini adalah  memastikan dan menjamin kehidupan penduduk yang hidupnya bergantung pada kawasan perbatasan itu.

Dalam hal batas Indonesia-Malaysia di Kalimantan, proses alokasi dan delimitasi sesungguhnya sudah final karean sudah dilakukan oleh Inggris dan Belanda. Yang belum diselesaikan adalah demarkasi yang akibatnya juga menghambat proses administrasi atau pengelolaan.

Karena mengikuti prinsi uti possidetis juris, penegasan batas oleh Indonesia-Malaysia dlakukan berdasarkan perjanjian penetapan batas yang sudah disepakati oleh Inggris dan Belanda di masa penjajahan.

Ada tiga produk hukum yang dijadikan acuan yaitu Konvensi antara Belanda dan Inggris dalam menentukan garis batas di Kalimantan, ditandatangani di London tangga 20 Juni 1891; Protokol antara Inggris dan Belanda perihal garis batas Negara Utara Kalimantan dan Wilayah Belanda di Kalimantan, ditandatangani di London 28 September 1915; dan Konvensi terkait kelanjutan delimitasi dari garis batas antara Negara – negara di Kalimantan dibawah Proteksi Inggris dan Wilayah Belanda di pulau tersebut. Ditandatangani di Den Haag, 26 Maret 1928. Untuk singkatnya, ketiga produk ini disebut perjanjian 1891, 1915 dan 1928. Inti dari proses penegasan batas Indonesia-Malaysia di Kalimantan adalah menerjemahkan isi perjanjian 1891, 1915 dan 1928 menggunakan cara, pendekatan dan teknologi baru sehingga bisa dinyatakan dalam bentuk posisi akurat berupa koordinat.

Bisa dibayangkan, teknologi penentuan posisi di abad ke-19 dan awal abad ke-20 saat perjanjian itu dibuat tentu berbeda dengan teknologi yang ada di di akhir abad ke-20 dan abad ke 21. Hal ini yang menyebabkan bentuk perjanjian di masa lalu berbeda dengan di masa kini.

Dalam menyatakan posisi garis batas, perjanjian Inggris dan Belanda menggunakan deskripsi seperti ‘garis batas dari puncak gunung A ke B melalui punggungan daratan dst’. Dalam hal ini, digunakan deskripsi yang cukup rinci tetapi tidak menyebut posisi yang akurat/tepat berupa koordinat.

Sementara itu, penegasan batas Indonesia-Malaysia dewasa ini menginginkan penggunaan posisi yang tentu saja akurat berupa koordinat. Tugas tim penegasan batas adalah menerjemahkan deskripsi menjadi posisi akurat berupa koordinat. Kegiatan ini melibatkan tim gabungan Indonesia dan Malaysia untuk menentukan posisi titik-titik batas di lapangan sesuai deskripsi pada perjanjian Inggris-Belanda. Bisa dipahami, tidak mudah menerjemahkan deskrisi menjadi posisi akurat, pasti ada perbedaan penafsiran. Perubahan bentang alam adalah salah satu faktor yang menyebabkan adanya perbedaan penafsiran itu. Misalnya, di perjanjian Inggris-Belanda dikatakan adanya sungai tetapi sungai itu bisa jadi sudah tidak ada karena perubahan alam. Perbedaan penafsiran ini menyebabkan adanya segmen garis batas yang tertunda penyelesaiannya.

Untuk segmen yang sudah disepakati, Indonesia dan Malaysia telah membuat Nota Kesepahaman (MoU) yang sifatnya mengikat. Segmen yang belum disepakati disebut dengan Outstanding Boundary Problems (OBP) dan terus menjadi perihal yang dirundingkan unutk diselesaikan. Khusus untuk segmen di Camar Bulan/Tanjung Datu, perjanjian Inggris dan Belanda tahun 1981 mengatakan, pada intinya, garis batas adalah di sepanjang watershed/batas aliran air. Dalam bahasa sederhana, watershed adalah punggungan daratan pemisah aliran air. Jika suatu daerah berupa bukit panjang, maka watershed adalah di sepajang puncak bukit. Dalam peta yg digunakan, segmen  batas darat di Tanjung Datu/Camar Bulan ini adalah dari titik A88 – A156. Ketika disurvei th 1976, ternyata daerah yang Camar Bulan/Tanjug Datu relatif datar (tidak berbukit) sehingga watershed tidak mudah diamati secara visual. Mesti tidak mudah, tetap tim bersama Indonesia-Malaysia berhasil memutuskan garis watershed sesuai data/metode/teknologi yang tersedia ketika itu.

Pada suatu pertemuan, pihak Indonesia merasa ragu-ragu dan tidak puas dengan hasil survey tahun 1976 dan mengusulkan dilakukan survey ulang. Malaysia menyetujui dan selanjutnya dilakukan survey ulang menggunakan alat dan metode yang lebih teliti. Survei ulang ini dilakukan pada tahun 1978. Ternyata hasil survei 1976 dan 1978 menunjukkan hasil yg sama, bahwa pada Kawasan tersebut terdapat watershed meskipun pembuktiannya tidak mudah karena kawasannya relatif datar.

Temuan survey ulang tahun 1978 itu kemudian dituangkan dalam MoU tahun 1978. Artinya, batas darat Indonesia-Malaysia di Camar Bulan/Tanjung Datu berhasil ditetapkan dan itu sudah sesuai dengan perjanjian Inggris-Belanda yaitu mengikuti watershed. Dengan demikian, segmen batas darat di Camar Bulan/Tanjug Datu sudah disepakati oleh Indonesia dan Malaysia dan tidak termasuk OBP. Dengan disepakatinya segmen Camar Bulan/Tanjung Datu ini, kini Indonesia-Malaysia punya 9 OBP yang masih harus diselesaikan.

Garis batas yang ditetapkan berdasarkan MoU 1978 itu melengkung sedemikian rupa membentuk kantong ke arah Indonesia. Melihat bentuknya, memang mungkin muncul dugaan bahwa garis ini tidak adil bagi Indonesia. Namun perlu diperhatikan, garis ini mengikuti bentang alam (watershed) dan merupakan hasil pengukuran/survey teliti berdasarkan perjanjian Inggris-Belanda tahun 1891, bukan dokumen atau peta lainnya yang bukan bagian dari Perjanjian Inggris-Belanda 1891.



BAB V
PENUTUP
5.1  Kesimpulan
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional.
Landasan wawasan nusantara dalam paradigma nasional dapat dilihat dari stratifiskasinya yakni Landasan Idiil: Pancasila, Landasan Konstitusional: UUD 1945, tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan bangsa, Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Cara Menentukan Batas Laut Deklarasi Djuanda: Tentukan titik terluar, Hubungan dengan garis pangkal luar, Ukur dari garis pangkal lurus sepanjang 12 mil.
Di dalam menyelenggarakan hidupnya, suatu bangsa memerlukan landasan dasar yang mencerminkan penelitian diaog dinamis dari berbagai faktor baik yang bersifat objektif maupun subyektif-psikologis seperti kondisi geografi, kesejahteraan, kondisi sosial, budaya, landasan idiil, cita-cita dan lain-lain.
Masalah perbatasan wilayah antar Negara merupakan salah satu bentuk ancaman bagi keutuhan wilayah Nusantara. Kasus Wulan Camar harusnya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa kita sudah jauh dari Konsep Wawasan Nusantara dan juga kelalaian Indonesia yang tidak menjaga dengan baik kepulauan Indonesia dengan negara tetangga. Selama ini wawasan nusantara hanya jadi sebuah slogan tanpa adanya implementasi yang jelas dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mengetuk hati nurani setiap warga Negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, diperlukan pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal dan terarah. Hal ini akan mewujudkan keberhasilan dan implementasi wawasan nusantara. Dengan demikian wawasan nusantara terimplementasi dalam kehidupan nasional guna mewujudkan ketahanan nasioanal dalam rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5.2  Saran
Sebagai warga Negara yang baik, sudah seharusnya kita menjaga keutuhan wilayah Nusantara kita, jangan sampai jatuh ke tangan pihak lain. Kita juga harus melestarikannya dan jangan merusaknya, hal ini harus dilakukan demi kelangsungan hidup kita dan demi masa depan hidup anak-anak dan cucu-cucu kita kelak.
Apabila kita menginginkan batas darat tersebut diubah karena kita merasa garis batas itu merugikan Indonesia, perlu memikirkan dengan cermat dan matang karena itu berarti mengubah produk hukum. Yang terpenting, pendekatannya harus dilakukan melalui jalur diplomasi untuk meyakinkan Malaysia dengan dukungan data/informasi/analisis yang sangat kuat. Tanpa itu, bangsa kita akan terlihat kurang cantik dalam berinteraksi dengan bangsa lain. Selain itu, sangat mungkin kita akan dicap plin-plan karena berniat membatalkan perjanjian yang dibuat oleh pendahulu bangsa kita sendiri dengan bangsa lain.
Indonesia harus bersikap lebih tenang dengan tetap memperhatikan segala kemungkinan. Kita semua memang harus membela tanah air dan tidak mengijinkan siapapun untuk merebut kedaulatan kita walau sejengkal. Meski demikian, tidak bijak jika pembelaan itu dilakukan dengan emosi dan tanpa memahami secara jelas ilmu dan ketentuan yang semestinya digunakan untuk mendukung sikap pembelaan itu.

DAFTAR PUSTAKA
·       Azyumardi, Azra. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta. ICCE.
·       Kaelan, MS. 2000. Pendidikan Pancasila. Edisi Reformasi. Yogyakarta: Paradigma.
·       Mansur, Hamdan dkk. 2002.Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
·  Rahaditya, R. 2010.Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Jakarta: Pustaka Mandiri.
·       Rini Ningsih. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan 5. Jakarta : Yudistira.
·       Winarno. 2010. Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan (edisi kedua.) Jakarta: Bumi Aksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar