DI
SUSUN OLEH :
NAMA :
PREMITA LISAWATI
NPM :
15211571
KELAS :
2EA14
Karya
tulis ini diajukan untuk memenuhi persyaratan Mengikuti Ujian Tengah Semester
(UTS) Mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN
MANAJEMEN
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2013
KATA-KATA
MUTIARA
“Orang yang mulia memperhatikan hal yang baik dari orang
lain, tidak menitik beratkan pada keburukannya. Orang yang tak bermutu
melakukan kebalikannya. Orang yang melakukan kesalahan dan tidak berusaha
memperbaikinya, sebenarnya dia sedang melakukan kesalahan berikutnya”
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada
Allah SWT atas segala rahmat-Nya. Shalawat serta salam tercurah kepada Baginda
Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan para pejuang-pejuang keadilan
akhir zaman.
Sehubungan dengan terselesaikannya karya
tulis ini tidak dapat lepas dari bantuan berbagai pihak, dan saya sebagai
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dosen pembimbing Bapak Jumharjinis yang
telah membantu dan membimbing proses penulisan karya ilmiah
2. Orang tua saya yang telah memberikan
support serta doa yang membantu saya dalam proses penulisan karya ilmiah ini
3. Teman-teman tercinta yang sudah
meminjamkan materi dan memberi banyak masukan, catatan-catatan kecil dan contoh
penulisan karya ilmiah ini yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga karya tulis ini
dapat bermanfaat sebagai pembelajaran dalam menambah wawasan pengetahuan dan
pendidikan dimasa mendatang.
Depok, April 2013
Premita Lisawati
DAFTAR ISI
KATA-KATA MUTIARA…..……………………………………………………i
KATA PENGANTAR
…………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI
……………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………………..1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………….1
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………4
1.3 Batasan Masalah ……………………………………………………………..4
1.4 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………..4
1.5 Sistematika Penulisan ………………………………………………………..5
BAB II LANDASAN TEORI …………………………………………….…….6
BAB III METODE PENULISAN
………………………………………………8
BAB IV PEMBAHASAN
………………………………………………………..9
4.1 Pengertian Wawasan Nusantara …………………..………………………….9
4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara …………………..10
4.3 Ajaran Dasar Wawasan Nusantara ………………………………………….14
4.4 Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara ……………………...17
4.5 Implementasi Konsepsi Wawasan Nusantara ………………………………18
4.6 Unsur-unsur Wawasan Nusantara …………………………………………..25
4.7 Contoh Kasus ……………………………………………………………….26
BAB V PENUTUP
……………………………………………………………...32
5.1 Kesimpulan ………………………………………………………………….32
5.2 Saran ……………………………………………………………………........33
DAFTAR PUSTAKA
…………………………………………………………..34
CV………………………………………………………………………………..35
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Salah satu persyaratan mutlak harus
dimiliki oleh sebuah negara adalah wilayah kedaulatan, di samping rakyat dan
pemerintahan yang diakui. Konsep dasar wilayah kepulauan telah diletakkan
melalui Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Deklarasi tersebut memiliki
nilai sangat strategis bagi bangsa Indonesia, karena telah melahirkan konsep
Wawasan Nusantara yang menyatukan wilayah Indonesia.
Sebagai negara kepulauan dengan
masyarakatnya yang berbhineka, negara Indonesia memiliki unsur-unsur
kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak pada posisi dan keadaan
geografi yang strategis dan kaya akan sumber daya manusia (SDM). Kelemahannya
terletak pada wujud kepulauan dan keanekaragaman masyarakat yang harus
disatukan dalam satu bangsa, satu negara dan satu tanah air. Dalam
kehidupannya, bangsa Indonesia tidak terlepas dari pengaruh interaksi dan
interelasi dengan lingkungan sekitar (regional atau internasional). Salah satu
pedoman bangsa Indonesia wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah
nusantara disebut Wawasan Nusantara. Karena hanya dengan upaya inilah bangsa
dan negara Indonesia tetap eksis dan dapat melanjutkan perjuangan menuju
masyarakat yang adil, makmur dan sentosa.
Masalah perbatasan wilayah erat kaitannya
dengan pemahaman dan pelaksanaan konsep wawasan nusantara. Akhir-akhir ini
makin marak berita yang menayangkan berbagai persengketaan wilayah antar
Negara, mulai dari persengketaan wilayah oleh Palestina dan Israel yang belum
juga menemukan titik pemecahan sampai detik ini sampai masalah yang terjadi di
wilayah Nusantara sendiri. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan dengan
pulau-pulau besar dan ribuan pulau kecil, dan letaknya yang di antara dua benua
dan dua samudra sangat rawan dengan akan adanya masalah perbatasan. Masalah
perbatasan sudah acap kali terjadi terjadi antara Indonesia dengan negara
tetangga. Seperti kasus Camar Bulan yang sedang ramai diperbincangkan. Sebelum membahas
mengenai Camar Bulan dan kaitannya dengan konsep serta implementasi wawasan
nusantara, ada baiknya kita kilas balik mengenai masalah Camar Bulan sebagai acuan
untuk masalah ini.
Isu perbatasan di Sekitar Desa Temajuk,
Dusun Camar Bulan (sekitar Tanjung Datu) sedang hangat dibicarakan di media di
Indonesia. Seperti bisa diduga, isu perbatasan dengan Malaysia selalu
menghebohkan. Batas darat Indonesia-Malaysia di Sekitar Tanjung Datu mengikuti
batas yang telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris sebagai penjajah/pendahulu
yang waktu itu menguasai Borneo/Kalimantan.
Persoalan timbul saat ini, bahwa Malaysia
mengklaim wilayah Camar Bulan adalah wilayah Malaysia dengan mendasarkan kepada
MoU pada Tahun 1975 di Kinabalu (Malaysia) dan 1978 Di Semarang (Indonesia)
tentang hasil pengukuran bersama tanah tersebut, namun MoU adalah bersifat
sementara atau tidak tuntas atau bisa ditinjau lagi (modus vivendi), jika berdasarkan fakta dan juga dokumen
peta, maka MoU yang sifatnya sementara tersebut tidak sesuai dengan Peta Negara
Malaysia dan Federated Malay State Survey Tahun 1935, sehingga Indonesia
dirugikan 1.449 Ha dan juga bertentangan dengan Pemetaan Kapal pemetaan Belanda
van Doorn Tahun 1905 dan 1906 serta Peta Sambas Borneo (N 120-E1098/40
Greenwid, tetapi kemudian Malaysia buru-buru memasukan Outstanding Boundary
Problems (OPB) Camar Bulan kedalam Peta Kampung Serabang, Serawak, Malaysia.
Persoalan tersebut kemudian diperparah
dengan adanya temuan Warga Dusun Camar Bulan, Temajuk, Kecamatan Paloh, Sambas,
mengenai bukti areal bongkahan patok dan pecahan batu semen yang diduga patok
batas A104 dihancurkan Malaysia. Komisi II DPR pun langsung meradang. Temuan itu
dijadikan bukti pertemuan pemerintah RI dan Malaysia akhir 2011 ini di Jakarta.
Menurut Hakam Naja, apa yang ada dalam peta 1891 dengan bunyi perjanjian tak
sama, setelah diteliti, tak melewati watershed (mata air). Maka peta yang
dibuat Kerajaan Inggris ini perlu dikaji lebih mendalam lagi. Apakah itu benar,
atau sama dengan gambar peta. Oleh karena hal tersebut dibuat dengan
menggunakan teknologi di zaman sekitar seabad lalu. Apabila bukti patahan ini
benar berasal dari patok A104, berarti Malaysia telah mencaplok wilayah
kedaulatan NKRI. Kendati ada bukti awal pencaplokan, Naja memaklumi pengamanan
aparat keamanan di perbatasan yang mengacu perjanjian 1978. Meski masih
bersifat MoU, tapi telah disepakati kedua negara.
Penanganan masalah
perbatasan dengan pendekatan prosperity
approach tentunya tidak akan terlepas dengan pemenuhan berbagai kebutuhan
penunjang peningkatan kesejahteraan
dan sumber daya manusia di wilayah perbatasan. Seperti yang telah
diketahui bersama bahwa faktor-faktor penghambat pengembangan perbatasan
diantaranya adalah terbatasnya prasarana dan sarana.
Sengketa Camar Bulan antara Indonesia dan
Malaysia disebabkan oleh batas wilayah daratan. Perbedaan prinsip penentuan
batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia dimana Malaysia mengklaim bahwa
Camar Bulan merupakan wilayah mereka, sedangkan itu adalah wilayah Indonesia.
Upaya sengketa tersebut dilakukan dengan cara negosiasi bilateral antar kedua
negara yang hingga sekarang belum terselesaikan.
Belajar dari masalah Camar Bulan maka
diperlukan suatu pemahaman mengenai konsep kepulauan Indonesia yang lazim
disebut dengan Wawasan Nusantara serta implementasinya dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Hal ini penting untuk menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh yang terbentang dari ujung
barat, Sabang, hingga ke ujung timur, Merauke.
Wawasan nusantara merupakan bekal yang
penting dalam usahanya mempertahankan keutuhan persatuan dan kesatuan yang ada
di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebab wawasan nusantara adalah cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan bentuk geografinya
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara
mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan
nasional guna menciptakan atmosfer yang kondusif bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara.
1.2 Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas
adalah :
A. Pengertian Wawasan Nusantara
B. Faktor-faktor yang mempengaruhi Wawasan
Nusantara
C. Ajaran dasar Wawasan Nusantara
D. Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Wawasan
Nusantara
E. Implementasi Wawasan Nusantara
F. Unsur-unsur dari Wawasan Nusantara
1.3 Batasan
Masalah
Dalam hal ini pembahasan mengenai Kondisi
dan Wilayah Negara terbatas hanya pada kasus Sengketa Wulan Camar antara
Kalimantan Barat dan Serawak.
1.4 Tujuan
Penulisan
a. Sebagai pembelajaran dalam menambah
wawasan pengetahuan dan pendidikan tentang Wawasan Nusantara.
b. Memenuhi salah satu tugas mata kuliah
pendidikan kewarganegaraan.
1.5 Sistematika
Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini terdiri dari 5
bab dimana setiap bab-nya memiliki sub bab, sistematikanya adalah :
BAB I Pendahuluan
Pada bab ini membahas mengenai latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Pada bab ini berisikan landasan
teori-teori yang mengacu pada tema penulisan karya ilmiah ini
BAB III Metode Penelitian
Pada bab ini membahas tentang objek
penelitian dan bagaimana penulis memperoleh data untuk penulisan karya tulis
ini, apakah menggunakan metode studi lapangan terjun langsung kelapangan dan
mewawancarai narasumber untuk memperoleh informasi, atau dengan metode studi pustaka
dengan mencari data melalui buku dan internet yang berhubungan dengan tema
penulisan karya tulis ini.
BAB IV Pembahasan
Pada bab ini berisi uraian judul yang
dipakai yaitu tentang kasus persengketaan Desa Camar Bulan antara Kalimantan
Barat dan Serawak. Dan juga contoh kasusnya.
BAB V Penutup
Pada bab ini berisi kesimpulan dan
saran-saran atas isi dari karya ilmiah ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
Sebelum membahas Wawasan Nusantara kita
sebaiknya terlebih dahulu mengerti dan memahami Wawasan Nasional suatu bangsa
secara universal. Suatu bangsa meyakini bahwa kebenaran yang hakiki atau
kebenaran yang mutlak adalah kebenaran yang datang dari Tuhan, pencipta alam
semesta. Manusia memiliki kelebihan dari makhluk lainnya melalui akal pikiran
dan budi nuraninya. Namun kemampuan dalam menggunakan akal pikiran dan budi
nurani tersebut terbatas, sehingga manusia yang satu dengan manusia yang lain
tidak memiliki tingkat kemampuan yang sama. Ketidaksamaan tersebut menimbulkan
perbedaan pendapat, kehidupan, kepercayaan dalam hubungan dengan penciptanya
dan melaksanakan hubungan dengan sesamanya dan dalam cara melihat serta
memahami sesuatu. Perbedaan-perbedaan inilah yang kita sebut keanekaragaman.
Dalam kehidupan bebangsa dan bernegara, keanekaragaman tersebut memerlukan
perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu memelihara keutuhan
Negaranya.
Suatu bangsa yang telah bernegara, dalam
menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya.
Pengaruh itu timbul dari hubungan timbal balik antara filosofi bangsa,
ideologi, aspirasi serta cita-cita dan kondisi sosial masyarakat, budaya,
tradisi, keadaan alam, wilayah serta pengalaman sejarahnya.
Pemerintah dan rakyat memerlukan suatu
konsepsi berupa wawasan nasional untuk menyelenggarakan kehidupannya. Wawasan
ini dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati
diri bangsa. Kata “wawasan” itu berasal dari kata wawas (bahasa Jawa) yang artinya terlihat atau memandang. Dengan
penambahan akhiran “an” kata ini secara harfiah berarti : cara penglihatan atau
cara tinjau atau cara pandang.
Istilah Nusantara berasal dari kata Nusa
dan Antara, Nusa artinya pulau atau kesatuan kepulauan. Antara artinya
menunjukan letak antara dua unsur. Jadi Nusantara artinya kesatuan kepulauan
yang terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia dan dua
samudera atau lautan yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Jika ditinjau
dari letaknya secara nyata Nusantara berada di Asia Tenggara yang melewati
garis khatulistiwa atau garis equator
atau bisa juga disebut terletak di bawah Geostationary
Satellite Orbit (GSO). Karena beberapa faktor tersebut maka kata
“Nusantara” dapat digunakan sebagai pengganti nama Indonesia.
Kehidupan suatu bangsa dan Negara
senantiasa dipengaruhi oleh
perkembangan lingkungan strategis. Karena itu, wawasan itu harus mampu memberi
inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan
yang ditimbulkan oleh lingkungan strategis dan dalam mengejar kejayaannya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan,
satu bangsa perlu memperhatikan tiga faktor utama yaitu :
1. Bumi atau ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia atau
rakyatnya
3. Lingkungan sekitarnya
BAB
III
METODE
PENULISAN
3.1 Objek
Penulisan
Objek yang penulis pilih ini adalah
tentang persengketaan Wilayah Desa Camar Bulan antara Kalimantan Barat dan
Serawak yang mencakup permasalahannya, dan batas-batas wilayahnya.
3.2 Metode
Pengumpulan Data
Metode yang digunakan penulis dalam
membantu menyelesaikan tugas ini adalah metode studi pustaka, yaitu penulisan
yang mendapatkan informasi atau data dari berbagai referensi baik dari buku
maupun internet.
BAB
IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengertian
Wawasan Nusantara
1. Pengertian Wawasan Nusantara berdasarkan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN
adalah :
Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan
nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 adalah cara
pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai tujuan nasional.
2. Pengertian Wawasan Nusantara menurut
Prof. DR. Wan Usman (Ketua Program S-2 PKN-UI) :
“Wawasan Nusantara adalah cara pandang
bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai Negara kepulauan dengan
semua aspek kehidupan yang beragam”
Hal tersebut disampaikan pada waktu lokakarya Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional di Lemhannas pada bulan Januari tahun 2000. Ia juga menjelaskan bahwa
Wawasan Nusantara merupakan geopolitik Indonesia.
3. Pengertian Wawasan Nusantara, menurut
Kelompok Kerja Wawasan Nusantara, yang diusulkan menjadi Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan dibuat di Lemhannas tahun 1999 adalah :
“Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis
dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai tujuan nasional”
Sedangkan
Kedudukan Wawasan Nusantara adalah :
Wawasan
Nusantara berkedudukan sebagai visi bangsa. Visi adalah keadaan atau rumusan
umum mengenai keadaan yang diinginkan. Maka itu, visi Bangsa Indonesia harus
sesuai dengan konsep wawasan nusantara adalah menjadi bangsa yang satu dengan
wilayah yang satu dan utuh pula. Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional berkedudukan
sebagai landasan visional.
4.2 Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara
1. Wilayah (Geografi)
a. Asas Kepulauan (Archipelagic Principle)
Kata ‘archipelago’
dan ‘archipelagic’ berasal dari kata
Italia ‘archipelagos’. Akar katanya
adalah ‘archi’ berarti terpenting,
terutama dan ‘pelagos’ berarti laut
atau wilayah lautan. Jadi, archipelago
dapat diartikan sebagai lautan terpenting.
Istilah archipelago antara lain terdapat dalam naskah resmi perjanjian
antara Republik Venezza dan Michael Palaleogus pada tahun 1268. Perjanjian ini
menyebut “Arc(h) Pelago” yang
maksudnya adalah “Aigaius Pelagos”
atau Laut Aigia yang dianggap sebagai laut terpenting oleh Negara-negara yang
bersangkutan. Pengertian ini kemudian berkembang tidak hanya Laut Aigia tetapi
termasuk pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian menjadi pulau-pulau saja
tanpa menyebut unsur lautnya sebagai akibat penyerapan bahasa Barat, sehingga archipelago selalu diartikan kepulauan
atau kumpulan pulau.
Lahirnya asas archipelago mengandung pengertian
bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh, sementara tempat unsur
perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebagai unsur penghubung dan
bukan unsur pemisah. Asas dan wawasan kepulauan ini dijumpai dalam pengertian
The Indian Archipelago. Kata ‘archipelago’ pertama kali dipakai oleh John
Crawford dalam bukunya The History of Indian Archipelago (1820). Kata Indian
Archipelagos diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda Indische Archipel, yang
semula ditafsirkan sebagai wilayah kepulauan Andaman sampai Marshanai.
2. Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata “Geo” atau
bumi dan politik yang berarti kekuatan yang didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan dasar dalam menentukan alternatif kebijaksanaan
nasional untuk mewujudkan tujuan nasional.
Beberapa pendapat dari pakar-pakar
Geopolitik antara lain :
a. Frederich Ratzel (1844-1904)
Pada
abad ke-19, Frederich Ratzel merumuskan untuk pertama kalinya Ilmu Bumi Politik
sebagai hasil penelitiannya yang ilmiah dan universal. Pokok-pokok ajaran F. Ratzel
adalah :
1) Dalam hal-hal tertentu pertumbuhan Negara
dapat dianalogikan dengan pertumbuhan organisme yang memerlukan ruang lingkup,
melalui proses lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup, menyusut dan
mati.
2) Negara identik dengan suatu ruang yang
ditempati oleh kelompok politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang
tersebut, makin besar kemungkinan kelompok politik itu tumbuh (teori ruang,
konsep ruang).
3) Suatu bangsa dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul
saja yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
4) Semakin tinggi budaya suatu bangsa,
semakin besar kebutuhannya akan sumber daya alam. Apabila wilayah/ruang hidup
tidak mendukung, bangsa tersebut akan mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan alam
di luar wilayahnya (ekspansi). Hal ini melegitimasikan hukum ekspansi, yaitu
perkembangan atau dinamika budaya dalam bentuk gagasan, kegiatan harus
diimbangi oleh pemekaran wilayah yang pada hakikatnya bersifat sementara.
Apabila sudah tidak memenuhi keperluan, ruang itu dapat diperluas dengan
mengubah batas-batas Negara baik secara damai maupun jalan kekerasan atau
perang.
b. Rudolf Kjellen (1864-1922)
Kjellen
melanjutkan ajaran Ratzel tentang teori organisme. Kjellen menegaskan bahwa
Negara adalah suatu organisme yang dianggap sebagai “prinsip dasar”. Ajaran
Kjellen adalah :
1) Negara merupakan satuan biologis, suatu
organisme hidup yang memiliki intelektual. Negara dimungkinkan untuk memperoleh
ruang yang cukup luas agar kemampuan dan kekuatan rakyatnya dapat berkembang
secara bebas.
2) Negara merupakan suatu sistem politik
yang meliputi bidang-bidang geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik,
dan krato politik (politik memerintah).
3) Negara tidak harus bergantung pada sumber
pembekalan luar. Ia harus mampu berswasembada serta memanfaatkan kemajuan
kebudayaan dan teknologi untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya. Ke dalam
untuk mencapai persatuan dan kesatuan yang harmonis dan ke luar untuk
memperoleh batas-batas Negara yang lebih baik.
c. Karl Haushofer (1896-1946)
Pandangan
Karl Haushofer berkembang di Jerman ketika Negara ini berada di bawah kekuasaan
Adolf Hitler. Pandangan ini juga dikembangkan di Jepang dalam ajaran Hako Ichiu
yang dilandasi oleh semangat militerisme dan fasisme. Pokok-pokok teori
Haushofer ini pada dasarnya menganut teori Kjellen yaitu :
1) Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak
akan dapat mengejar kekuasaan Imperium Maritim untuk menguasai pengawasan di
laut.
2) Beberapa Negara besar di dunia akan
timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, Asia Barat (Jerman dan Italia) serta
Jepang di Asia Timur Raya.
3) Geopolitik adalah doktrin Negara yang
menitikberatkan soal-soal strategi perbatasan. Ruang hidup bangsa dan
tekanan-tekanan kekuasaan dan sosial yang rasial mengharuskan pembagian baru
kekayaan alam di dunia. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan politik dalam
perjuangan mendapatkan ruang hidup.
d. Sir
Halford Mackinder (1861-1947)
Teori
ahli Geopolitik ini pada dasarnya menganut “konsep kekuatan” dan mencetuskan
Wawasan Benua, yaitu konsep kekuatan di darat. Ajarannya menyatakan : barang
siapa yang dapat menguasai “Daerah Jantung”, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia) ia
akan dapat menguasai “Pulau Dunia” yaitu Eropa, Asia dan Afrika. Selanjutnya
barang siapa dapat menguasai pulau dunia akhirnya dapat menguasai dunia.
e. Sir Walter Raleigh (1554-1618) dan Alfred
Thyer Mahan (1840-1914)
Kedua
ahli ini mempunyai gagasan “Wawasan Bahari” yaitu kekuatan di lautan. Ajarannya
mengatakan bahwa barang siapa menguasai lautan akan menguasai “perdagangan”.
Menguasai perdagangan berarti menguasai “kekayaan dunia” sehingga pada akhirnya
menguasai dunia.
f. Giulio Douhet (1869-1930) dan William
Mitchel (1878-1939)
Para
ahli ini berpendapat bahwa kekuatan di udara justru yang paling menentukan.
Mereka melahirkan teori “Wawasan Dirgantara” yaitu konsep kekuatan di udara.
Kekuatan di udara hendaknya mempunyai daya yang dapat diandalkan untuk
menangkis ancaman dan melumpuhkan kekuatan lawan dengan menghancurkannya di
kandangnya sendiri agar lawan tidak mampu lagi menyerang.
g. Nicholas J. Spykman (1879-1936)
Ajaran
ini menghasilkan teori yang dinamakan Teori Daerah Batas (Rimland), yaitu teori wawasan kombinasi yang menggabungkan kekuatan
darat, laut, dan udara. Ia membagi dunia dalam empat wilayah :
1) Pivot
area : mencakup wilayah
daerah jantung.
2) Offshore
continent land :
mencakup wilayah pantai benua Eropa-Asia
3) Oceanic
Belt : mencakup wilayah
pulau di luar Eropa-Asia, Afrika Selatan.
4) New
World : mencakup wilayah
Amerika.
4.3 Ajaran
Dasar Wawasan Nusantara
1. Wawasan Nusantara sebagai Wawasan
Nasional Indonesia
Sebagai
bangsa majemuk yang telah menegara, bangsa Indonesia dalam membina dan
membangun atau menyelenggarakan kehidupan nasionalnya, baik pada aspek politik,
ekonomi, sosbud maupun hankamnya, selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah. Untuk itu pembinaan dan penyelenggaraan tata
kehidupan bangsa dan Negara Indonesia disusun atas dasar hubungan timbal balik
antara falsafah, cita-cita dan tujuan nasional, serta kondisi sosial budaya dan
pengalaman sejarah yang menumbuhkan kesadaran tentang kemajemukan dan
kebhinekaan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan nasional.
Gagasan
untuk menjamin persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan tersebut merupakan cara
pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya, yang dikenal dengan
istilah Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia dan diberi nama
Wawasan Nusantara.
Dari
pengertian-pengertian seperti di atas, pengertian yang digunakan sebagai acuan
pokok ajaran dasar Wawasan Nusantara ialah Wawasan Nusantara sebagai geopolitik
Indonesia, yaitu cara pandang dan sikap
bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya yang serba beragam dan
bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan wilayah dan tetap
menghargai serta menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasional
untuk mencapai tujuan nasional.
2. Landasan Idiil : Pancasila
Pancasila
telah diakui sebagai ideologi dan dasar Negara yang terumuskan dalam Pembukaan
UUD 1945. Pada hakikatnya, Pancasila mencerminkan nilai keseimbangan,
keserasian, keselarasan, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, kebersamaan dan
kearifan dalam membina kehidupan nasional. Perpaduan nilai-nilai tersebut mampu
mewadahi kebhinekaan seluruh aspirasi bangsa Indonesia. Pancasila merupakan
sumber motivasi bagi perjuangan seluruh bangsa Indonesia dalam tekadnya untuk
menata kehidupan di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia secara berdaulat
dan mandiri. Pancasila sebagai falsafah, ideologi bangsa, dan dasar Negara
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para penyelenggara Negara, para pimpinan
pemerintahan, dan seluruh rakyat Indonesia.
Penanaman
Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
diaktualisasikan dengan mensyukuri segala anugerah Sang Pencipta baik dalam
wujud konstelasi dan posisi geografi maupun segala isi dan potensi yang
dimiliki oleh wilayah nusantara untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
peningkatan harkat dan martabat bangsa dan Negara Indonesia dalam pergaulan
antarbangsa. Hal-hal tersebut menimbulkan dorongan kepada bangsa Indonesia
untuk membina dan mengembangkan segala aspek dan dimensi kehidupan nasionalnya
secara dinamis, utuh dan menyeluruh agar ia mampu mempertahankan identitas,
integritas, dan kelangsungan hidup serta pertumbuhannya dalam perjuangan mewujudkan
cita-cita nasional.
Dengan
demikian, Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia telah dijadikan landasan
Idiil dan dasar Negara sesuai dengan yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945.
Karena itu, Pancasila sudah seharusnya serta sewajarnya menjadi landasan Idiil
Wawasan Nusantara.
3. Landasan Konstitusional : UUD 1945
UUD
1945 merupakan konstitusi dasar yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bangsa Indonesia sepakat bahwa
Indonesia adalah Negara kesatuan yang berbentuk republik dan berkedaulatan
rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Karena
itu, Negara mengatasi segala paham golongan, kelompok, dan perseorangan serta
menghendaki persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek dan dimensi kehidupan
nasional. Artinya, kepentingan Negara dalam segala aspek dan perwujudannya
lebih diutamakan di atas kepentingan golongan, kelompok, dan perseorangan
berdasarkan aturan, hukum, dan perundang-undangan yang berlaku yang
memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM), aspirasi masyarakat, dan kepentingan
daerah yang berkembang saat ini.
Bangsa
Indonesia menyadari bahwa bumi, air dan dirgantara diatasnya serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Karena itu, bangsa Indonesia bertekad
mendayagunakan segenap kekayaan alam, sumber daya, serta seluruh potensi
nasionalnya berdasarkan kebijaksanaan yang terpadu, seimbang, serasi dan
selaras untuk mewujudkan kesejahteraan dan keamanan segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah dengan tetap memperhatikan kepentingan daerah penghasil secara
proporsional dalam keadilan.
Dengan
demikian, UUD 1945 seharusnya dan sewajarnya menjadi landasan konstitusional
dari Wawasan Nusantara yang merupakan cara pandang bangsa Indonesia dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4.4 Kedudukan,
Fungsi dan Tujuan Wawasan Nusantara
1. Kedudukan
a. Wawasan nusantara sebagai wawasan
nasional bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh
seluruh rakyat agar tidak terjadi penyesatan dan penyimpangan dalam upaya
mencapai serta mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional.
b. Wawasan nusantara dalam paradigma
nasional dapat dilihat stratifikasinya sebagai berikut :
1) Pancasila sebagai falsafah, ideologi
bangsa dan dasar Negara berkedudukan sebagai landasan Idiil.
2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan
konstitusi Negara, berkedudukan sebagai landasan konstitusional.
3) Wawasan nusantara sebagai visi nasional,
berkedudukan sebagai landasan visional.
4) Ketahanan nasional sebagai konsepsi
nasional atau sebagai kebijaksanaan nasional, berkedudukan sebagai landasan
operasional.
2. Fungsi
Wawasan
nusantara berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, serta rambu-rambu
dalam menentukan segala jenis kebijaksanaan, keputusan, tindakan dan perbuatan
bagi penyelenggara Negara di tingkat pusat dan daerah maupun bagi seluruh
rakyat Indoneisa dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Tujuan
Wawasan
nusantara bertujuan mewujudkan nasionalisme yang tinggi di segala aspek
kehidupan rakyat Indonesia yang lebih mementingkan kepentingan nasional dari
pada kepentingan individu, kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah. Hal
tersebut bukan berarti menghilangkan kepentingan individu tersebut.
4.5 Implementasi
Konsepsi Wawasan Nusantara
1. Paham Kekuasaan Bangsa Indonesia
Bangsa
Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut paham tentang
perang dan damai : “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih cinta
kemerdekaan”. Wawasan nasional bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran
tentang kekuasaan dan adu kekuatan, karena hal tersebut mengandung benih-benih
persengketaan dan ekspansionisme. Ajaran wawasan nasional bangsa Indonesia
menyatakan bahwa : Ideologi digunakan sebagai landasan Idiil dalam menentukan
politik nasional, dihadapkan pada kondisi dan konsentrasi geografi Indonesia
dengan segala aspek kehidupan nasionalnya. Tujuannya adalah agar bangsa
Indonesia dapat menjamin kepentingan bangsa dan negaranya di tengah-tengah
perkembangan dunia.
2. Implementasi Konsepsi Wawasan Nusantara
Geopolitik
bagi Indonesia pada dasarnya merupakan kebijakan dalam rangka mencapai tujuan
nasional dengan memanfaatkan keuntungan letak geografis Negara berdasarkan
pengetahuan ilmiah tentang kondisi geografis tersebut.
Wilayah
Negara Indonesia dituangkan dalam pasal 25A UUD 1945 Amandemen IV yang menyatakan
“Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah sebuah Negara kepulauan yang
berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan
dengan Undang-Undang. Berdasarkan ketentuan dari pasal tersebut bangsa
Indonesia mengembangkan paham geopolitik nasionalnya yang disebut Wawasan
Nusantara. Selanjutnya Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia
dikembangkan sesuai dengan Pancasila oleh sebab itu Wawasan Nusantara Indonesia
tidak mengandung unsur-unsur ekspansionalisme maupun kekerasan yang dapat
diartikan bahwa tidak ada keinginan bangsa Indonesia untuk memperluas wilayah
sebagai ruang hidupnya. Berdasarkan fakta geografis dan sejarah inilah saja
yang diakui sebagai wilayah Indonesia beserta apa yang ada di dalamnya kemudian
dipandang sebagai satu kesatuan yang seutuhnya.
Implementasi
tentang konsepsi wawasan nusantara di Negara Indonesia dituangkan dalam
Ketetapan MPR mengenai GBHN. Dalam ketetapan tersebut dinyatakan bahwa wawasan
dalam penyelenggaraan pembangunan nasional dalam mencapai Tujuan Pembangunan
Nasional adalah Wawasan Nusantara.
Wawasan
nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia terhadap diri dan
lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Hakikat Wawasan Nusantara merupakan kesatuan bangsa dan keutuhan wilayah
Indonesia. Cara pandang Indonesia tersebut dalam kehidupan nasional mencakup :
1) Implementasi kepulauan Nusantara sebagai
Satu Kesatuan Politik, dalam arti :
a. Bahwa kebutuhan wilayah nasional dengan
segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup,
dan kesatuan mitra seluruh bangsa serta menjadi modal dan milik bangsa.
b. Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai
macam suku dan berbicara dalam berbagai macam bahasa daerah, memeluk dan
meyakini berbagai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan
satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c. Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia
harus merasa satu, senasib, sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta
mempunyai satu tekad di dalam mencapai cita-cita bangsa.
d. Bahwa Pancasila adalah merupakan
satu-satunya falsafah dan ideologi bangsa dan Negara yang melandasi, membimbing
dan mengarahkan bangsa mencapai tujuannya.
e. Bahwa seluruh kepulauan Nusantara
merupakan kesatuan hukum dalam arti bahwa ada satu hukum yang mengabdi kepada
kepentingan nasional.
2) Implementasi kepulauan Nusantara sebagai
Satu Kesatuan Ekonomi, dalam arti :
a. Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik
potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa
keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
b. Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi
dan seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki
oleh daerah-daerah dalam mengembangkan ekonominya.
3) Implementasi kepulauan Nusantara sebagai
Satu Kesatuan Sosial Budaya, dalam arti :
a. Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu.
Perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya
tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata, dan seimbang serta adanya
keselarasan kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
b. Bahwa budaya bangsa Indonesia pada
hakikatnya adalah satu, sedangkan berbagai corak ragam budaya yang ada
menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi modal dan landasan pengembangan
budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh seluruh
bangsa Indonesia.
4) Implementasi kepulauan Nusantara sebagai
Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan (Hankam), dalam arti :
a. Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada
hakikatnya merupakan ancaman bagi seluruh bangsa dan Negara.
b. Bahwa tiap-tiap warga Negara mempunyai
hak dan kewajiban yang sama di dalam pembelaan Negara.
Tiap-tiap cakupan arti dari Implementasi
kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan (POLEKSOSBUD-HANKAM) terkandung dalam Ketetapan MPR Nomor
II/MPR/1998 tentang Garis-Gasis Besar Haluan Negara.
Pada masa sekarang ini dengan tidak
adanya lagi GBHN, maka rumusan Wawasan Nusantara berdasarkan Ketetapan MPR
menjadi tidak ada namun sesuai dengan konsepsi sistem ketatanegaraan maka yang
menjadi dasar hukumnya sesuai dengan konstitusi adalah Pasal 25 A UUD 1945 Amandemen
IV yang berbunyi “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara
Kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
ditetapkan dengan Undang-Undang”. Adapun Undang-Undang yang mengatur hal ini
adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
3. Wilayah Kedaulatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
Geografi
adalah wilayah yang tersedia dan terbentuk secara alamiah oleh alam nyata.
Kondisi obyektif geografis sebagai modal dalam pembentukan suatu Negara
merupakan suatu ruang gerak hidup suatu bangsa yang di dalamnya terdapat sumber
kekayaan alam dan penduduk yang mempengaruhi pengambilan
keputusan/kebijaksanaan politik Negara tersebut. Karena itu, dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara fungsi maupun pengaruh geografi terhadap sikap dan tata
laku Negara yang bersangkutan merupakan suatu fenomena yang mutlak
diperhitungkan. Demikian pula sebaliknya, dampak sikap dan tata laku Negara
terhadap kondisi geografis sebagai tata hubungan antara manusia dan wadah lingkungannya
perlu diperhitungkan.
Kondisi
obyektif geografi Nusantara, yang merupakan untaian ribuan pulau yang tersebar
dan terbentang di khatulistiwa serta terletak pada posisi silang yang sangat
strategis, memiliki karakteristik yang berbeda dari Negara lain. Wilayah Indonesia pada saat Proklamasi
Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 masih mengikuti Territoriale Zee En Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939, dimana
lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari garis air rendah dari
masing-masing pantai pulau Indonesia. Kemudian sebagai pengganti Maritieme Kringen Ordonantie tahun 1939
adalah Deklarasi Juanda 1957 (tepatnya dikeluarkan pada tanggal 13 Desember
1957) yang berbunyi “Bahwa segala
perairan di sekitar, di antara dan yang menghibungkan pulau-pulau yang termasuk
Negara Indonesia dengan tidak memandang luas atau lebarnya adalah bagian-bagian
yang wajar daripada wilayah daratan Negara Indonesia dan dengan demikian bagian
daripada perairan pedalaman atau nasional yang berada di bawah kedaulatan
mutlak Negara Indonesia. Lalu lintas yang damai di perairan pedalaman ini bagi
kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar tidak bertentangan dengan atau
mengganggu kedaulatan dan keselamatan Negara Indonesia. Penentuan batar landas
laut territorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang menghubungkan
titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia.
Ketentuan-ketentuan di atas akan diatur selekas-lekasnya dengan Undang-Undang”
Isi
pokok Deklarasi Juanda adalah menyatakan laut territorial Indonesia adalah
selebar 12 mil tidak lagi 3 mil berdasarkan point
to point theory. Deklarasi Juanda dinyatakan sebagai pengganti Territoriale Zee en Maritime Kringen
Ordonantie tahun 1939 dengan tujuan :
a. Perwujudan bentuk wilayah Negara kesatuan
Republik Indonesia yang utuh dan bulat
b. Penentuan batas-batas wilayah Negara
Indonesia disesuaikan dengan asas Negara kepulauan
c. Pengaturan lalu lintas damai pelayaran
yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Deklarasi Juanda dikukuhkan dalam
Undang-Undang Nomor 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia yang berisi :
a. Perairan Indonesia adalah laut wilayah
Indonesia beserta perairan pedalaman Indonesia
b. Laut wilayah Indonesia adalah jalur laut
12 mil laut
c. Perairan pedalaman Indonesia adalah semua
perairan yang terletak pada sisi dalam dari garis dasar.
Keluarnya Deklarasi Juanda 1957 tersebut
melahirkan konsepsi wawasan Nusantara di mana laut tidak lagi sebagai pemisah,
tetapi sebagai penghubung. Wawasan Nusantara dibangun dari konsepsi
kewilayahan. Negara Indonesia adalah satu kesatuan wilayah yang berciri
Nusantara. Undang-Undang mengenai perairan Indonesia selanjutnya diperbarui
dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.
Maka dari itu berubahlah luas wilayah
dari +2 juta km2 menjadi +5 juta km2 dimana +65%
wilayahnya terdiri dari laut/perairan. Karena itu tidaklah mustahil Indonesia
dikenal sebagai Negara kepulauan (Negara maritim). Sedangkan yang +35% lagi
adalah daratan yang terdiri dari 17.508 buah pulau yang antara lain berupa 5
buah pulau besar yakni Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Irian Jaya
(Papua) dan +11.808 pulau-pulau kecil yang belum diberi namanya. Luas daratan dari
seluruh pulau-pulau tersebut adalah +2.028.087 km2 , dengan panjang
pantai +81.000 km. topografi daratannya berupa pegunungan dengan gunung-gunung
berapi yang masih aktif maupun tidak.
Sekarang pengertian kata Nusantara adalah
kepulauan Indonesia yang terdiri dari 17.508 pulau besar maupun kecil yang
berada pada batas-batas astronomis :
Utara : 06 08
LU
Selatan : 11 15
LS
Barat : 94 45
BT
Timur : 141 05
BT
Jarak Utara-Selatan : +1.888 km
Jarak Barat-Timur : +5.110 km
Melalui konferensi PBB tentang Hukum Laut
Internasional yang ketiga tanggal 30 April 1982, pokok-pokok asas Negara
kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 82 (United Nation Convention on the Law of the Sea atau Konvensi
Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut).
Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982
tersebut melalui Undang-Undang Nomor 17 tahun 1985 pada tanggal 31 Desember
1985. Sejak tanggal 16 November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60
negara dan menjadi hukum positif sejak 16 November 1994.
Pada tahun 1969 negara Indonesia
mengeluarkan Deklarasi tentang landas kontinen Indonesia. Deklarasi itu
berintikan :
1) Kekayaan alam di landas kontinen adalah
milik Negara bersangkutan
2) Batas landas kontinen yang terletak di
antara dua Negara adalah garis tengahnya.
Tentang landas kontinen dikuatkan dengan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Selanjutnya
pada tahun 1980 pemerintah Indonesia mengeluarkan pengumuman tentang Zone
Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. ZEE berintikan :
1) Lebar Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia 200
mil diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia
2) Hak berdaulat untuk menguasai kekayaan
sumber alam di ZEEI
3) Lautan di ZEEI tetap merupakan lautan
bebas untuk pelayaran Internasional. ZEEI diterima oleh hampir seluruh peserta
konferensi Hukum Laut Internasional di Jamaika tahun 1982 dan dikukuhkan oleh
Pemerintah RI dengan UU No. 5/1983.
4.6 Unsur-unsur
Wawasan Nusantara
1. Wadah (Contour)
Wadah
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara meliputi seluruh wilayah
Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan penduduk dengan aneka ragam budaya.
Bangsa Indonesia memiliki organisasi kenegaraan yang merupakan wadah berbagai
kegiatan kenegaraan dalam wujud suprastruktur politik. Sementara itu, wadah
dalam kehidupan bermasyarakat adalah berbagai lembaga dalam wujud infrastruktur
politik.
2. Isi (Content)
Isi
adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan
nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang
berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional, bangsa Indonesia
harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam
kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang esensial yaitu :
a. Realisasi aspirasi bangsa sebagai
kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.
b. Persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan
yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
3. Tata Laku (Conduct)
Tata
laku merupakan hasil interaksi antara wadah dan isi yang terdiri dari tata laku
batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat dan
mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia sedangkan tata laku lahiriah
tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua
hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa
Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga
dan cinta kepada bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan rasa nasionalisme
yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.
4.7
Contoh Kasus
Sebelumnya mungkin banyak orang Indonesia
yang belum begitu mengenal nama Kawasan Camar Bulan ini. Tetapi saat ini
daerah Camar Bulan sedang menjadi pemberitaan hangat, karena dikabarkan
Malaysia mengklaim bahwa kawasan daerah ini merupakan milik Malaysia padahal
kawasan ini adalah milik Indonesia. Hal ini dikarenakan patok perbatasan
di daerah tersebut telah tergeser dari posisi semula sesuai dengan perjanjian
kedua belah negara, Akan tetap bila ternyata bergesernya patok karena ulah
masyarakat setempat, pemerintah harus introspeksi.
Camar
Bulan ini terletak di Dusun Camar Bulan, Desa Temajuk, Kecamatan Paloh,
Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Kawasan ini sendiri memiliki
luas sekitar 1.499 hektare. Camar Bulan yang terletak di desa Temanjuk, Kecamatan
Paloh, Kabupaten Sambas, Kalimantan barat ditandai dengan pilar-pilar/tugu
batas dengan notasi A1, A2, A3, A4 dan seterusnya ke arah selatan, yang
merupakan rangkaian pilar perbatasan RI – Malaysia di Kalimantan
Barat dan Kalimantan Timur. Sampai dengan saat ini
jumlah kesemuanya ada 19.328 pilar dengan notasi A, B, C, D dan
seterusnya sampai ke Pulau Sebatik.
Dengan
memperhatikan peta Topografi Angkatan Darat tahun 2004 Nomor:3128-IV, Tanjung
Datu, Camar Bulan dan Nomor: 3129 III, Temanjuk Besar, ditetapkan bahwa di
sekitar Camar Bulan terdapat tugu batas A4. Selain pilar/tugu perbatasan
terserbut, berdasarkan hasil perjanjian pemerintah RI – Malaysia
juga telah didokumentasikan, pos perbatasan telah
dibangun oleh pemerintah RI – Malaysia, serta patroli perbatasan bersama juga
telah dilaksanakan. Wilayah tersebut masuk wilayah Indonesia yang sah
berdasarkan Traktat London tahun 1824. Apa itu Traktat London? Traktat London
adalah kesepakatan bersama antara Kerajaan Inggris dan Hindia Belanda terkait
pembagian wilayah administrasi tanah jajahan kedua negara.
Memang apabila dilihat para penduduk
daerah ini sudah terbiasa bergaul dgn negara tetangga malaysia, bahkan
terjadi proses pembauran dan akulturasi turun temurun. Misalnya bapak si ‘a’ sbg
wni tapi anaknya warga negara malaysia, serta sebaliknya. Akses dua negara ini
adalah 15 menit-an via darat (tanpa paspor, cukup naik ojek), atau lewat laut
yg biasa ditempuh normal 30 menit-an dengan sampan bermotor (nelayan).
Konflik dan perseteruan mengenai wilayah
antara Indonesia dan Malaysia bukanlah kali pertama, sudah tercatat beberapa
wilayah khususnya daerah perbatasan menuai perseteruan, yang paling
memprihatinkan adalah Pulau Sipadan dan Ligitan yang diambil oleh Malaysia
beberapa waktu lalu.Dan memang Lokasi Camar Bulan Kalimantan Barat ini
merupakan daerah rawan karena merupakan perbatasan Indonesia dan Malaysia.
Batas darat Indonesia-Malaysia di Sekitar
Tanjung Datu mengikuti batas yg telah ditetapkan oleh Belanda dan Inggris
sebagai penjajah/pendahulu yang waktu itu menguasai Borneo/Kalimantan. Dalam
Hukum Internasional dikenal prinsip Uti Possidetis Juris, artinya wilayah dan
batas wilayah suatu negara, mengikuti wilayah dan batas wilayah
pendahulu/penjajahnya. Prinsip Uti Possidetis Juris inilah yg dijadikan dasar
oleh Indonesia dan Malaysia saat menetapkan batas wilayah di sekitar Tanjung
Datu. Prinsip ini juga dominan dianut oleh negara-negara di Asia Tenggara.
Menurut prinsip hukum
internasional, uti possidetis juris, wilayah Indonesia
meliputi semua bekas wilayah jajahan Hindia Belanda. Dengan kata lain, setiap jengkal wilayah jajahan Hindia Belanda di
Nusantara ini adalah wilayah NKRI, termasuk batas-batasnya
dengan negara tetangga.
Jika merujuk pada teori klasik pembuatan
batas, ada empat tahap yang harus dilakukan yaitu alokasi, delimitasi,
demarkasi, dan administrasi. Ini dikemukakan oleh Stephen B. Jones pada tahun
1945 dan dipercaya masih benar adanya sampai saat ini. Alokasi adalah proses
penentuan secara umum kawasan yang menjadi milik satu pihak dan pihak lain,
tanpa melakukan pembagian secara akurat/teliti. Proses ini bersifat politis.
Delimitasi adalah penetapan garis batas secara teliti di atas peta, berdasarkan
proses alokasi sebelumnya. Demarkasi adalah proses penegasan titik dan garis
batas dengan pemasangan pilar/patok di lapangan berdasarkan delimitasi
sebelumnya. Tahap terakhir adalah administrasi yang berarti adalah Pengelolaan
perbatasn, termasuk pemeliharaan titik/garis. Yang utama dari tahap ini adalah memastikan dan menjamin kehidupan penduduk yang hidupnya
bergantung pada kawasan perbatasan itu.
Dalam hal batas Indonesia-Malaysia di
Kalimantan, proses alokasi dan delimitasi sesungguhnya sudah final karean sudah
dilakukan oleh Inggris dan Belanda. Yang belum diselesaikan adalah demarkasi
yang akibatnya juga menghambat proses administrasi atau pengelolaan.
Karena mengikuti prinsi uti possidetis
juris, penegasan batas oleh Indonesia-Malaysia dlakukan berdasarkan perjanjian
penetapan batas yang sudah disepakati oleh Inggris dan Belanda di masa
penjajahan.
Ada tiga produk hukum yang dijadikan acuan
yaitu Konvensi antara Belanda dan Inggris dalam menentukan garis batas di
Kalimantan, ditandatangani di London tangga 20 Juni 1891; Protokol antara
Inggris dan Belanda perihal garis batas Negara Utara Kalimantan dan Wilayah
Belanda di Kalimantan, ditandatangani di London 28 September 1915; dan Konvensi
terkait kelanjutan delimitasi dari garis batas antara Negara – negara di
Kalimantan dibawah Proteksi Inggris dan Wilayah Belanda di pulau tersebut.
Ditandatangani di Den Haag, 26 Maret 1928. Untuk singkatnya, ketiga produk ini
disebut perjanjian 1891, 1915 dan 1928. Inti dari proses penegasan batas
Indonesia-Malaysia di Kalimantan adalah menerjemahkan isi perjanjian 1891, 1915
dan 1928 menggunakan cara, pendekatan dan teknologi baru sehingga bisa
dinyatakan dalam bentuk posisi akurat berupa koordinat.
Bisa dibayangkan, teknologi penentuan
posisi di abad ke-19 dan awal abad ke-20 saat perjanjian itu dibuat tentu
berbeda dengan teknologi yang ada di di akhir abad ke-20 dan abad ke 21. Hal
ini yang menyebabkan bentuk perjanjian di masa lalu berbeda dengan di masa
kini.
Dalam menyatakan posisi garis batas,
perjanjian Inggris dan Belanda menggunakan deskripsi seperti ‘garis batas dari
puncak gunung A ke B melalui punggungan daratan dst’. Dalam hal ini, digunakan
deskripsi yang cukup rinci tetapi tidak menyebut posisi yang akurat/tepat
berupa koordinat.
Sementara itu, penegasan batas
Indonesia-Malaysia dewasa ini menginginkan penggunaan posisi yang tentu saja
akurat berupa koordinat. Tugas tim penegasan batas adalah menerjemahkan
deskripsi menjadi posisi akurat berupa koordinat. Kegiatan ini melibatkan tim
gabungan Indonesia dan Malaysia untuk menentukan posisi titik-titik batas di
lapangan sesuai deskripsi pada perjanjian Inggris-Belanda. Bisa dipahami, tidak
mudah menerjemahkan deskrisi menjadi posisi akurat, pasti ada perbedaan
penafsiran. Perubahan bentang alam adalah salah satu faktor yang menyebabkan
adanya perbedaan penafsiran itu. Misalnya, di perjanjian Inggris-Belanda
dikatakan adanya sungai tetapi sungai itu bisa jadi sudah tidak ada karena
perubahan alam. Perbedaan penafsiran ini menyebabkan adanya segmen garis batas
yang tertunda penyelesaiannya.
Untuk segmen yang sudah disepakati,
Indonesia dan Malaysia telah membuat Nota Kesepahaman (MoU) yang sifatnya
mengikat. Segmen yang belum disepakati disebut dengan Outstanding Boundary
Problems (OBP) dan terus menjadi perihal yang dirundingkan unutk diselesaikan.
Khusus untuk segmen di Camar Bulan/Tanjung Datu, perjanjian Inggris dan Belanda
tahun 1981 mengatakan, pada intinya, garis batas adalah di sepanjang watershed/batas
aliran air. Dalam bahasa sederhana, watershed adalah punggungan daratan pemisah
aliran air. Jika suatu daerah berupa bukit panjang, maka watershed adalah di
sepajang puncak bukit. Dalam peta yg digunakan, segmen batas darat di Tanjung Datu/Camar Bulan
ini adalah dari titik A88 – A156. Ketika disurvei th 1976, ternyata daerah yang
Camar Bulan/Tanjug Datu relatif datar (tidak berbukit) sehingga watershed tidak
mudah diamati secara visual. Mesti tidak mudah, tetap tim bersama
Indonesia-Malaysia berhasil memutuskan garis watershed sesuai
data/metode/teknologi yang tersedia ketika itu.
Pada suatu pertemuan, pihak Indonesia
merasa ragu-ragu dan tidak puas dengan hasil survey tahun 1976 dan mengusulkan
dilakukan survey ulang. Malaysia menyetujui dan selanjutnya dilakukan survey
ulang menggunakan alat dan metode yang lebih teliti. Survei ulang ini dilakukan
pada tahun 1978. Ternyata hasil survei 1976 dan 1978 menunjukkan hasil yg sama,
bahwa pada Kawasan tersebut terdapat watershed meskipun pembuktiannya tidak mudah
karena kawasannya relatif datar.
Temuan survey ulang tahun 1978 itu kemudian
dituangkan dalam MoU tahun 1978. Artinya, batas darat Indonesia-Malaysia di
Camar Bulan/Tanjung Datu berhasil ditetapkan dan itu sudah sesuai dengan
perjanjian Inggris-Belanda yaitu mengikuti watershed. Dengan demikian, segmen
batas darat di Camar Bulan/Tanjug Datu sudah disepakati oleh Indonesia dan
Malaysia dan tidak termasuk OBP. Dengan disepakatinya segmen Camar
Bulan/Tanjung Datu ini, kini Indonesia-Malaysia punya 9 OBP yang masih harus
diselesaikan.
Garis batas yang ditetapkan berdasarkan MoU
1978 itu melengkung sedemikian rupa membentuk kantong ke arah Indonesia.
Melihat bentuknya, memang mungkin muncul dugaan bahwa garis ini tidak adil bagi
Indonesia. Namun perlu diperhatikan, garis ini mengikuti bentang alam
(watershed) dan merupakan hasil pengukuran/survey teliti berdasarkan perjanjian
Inggris-Belanda tahun 1891, bukan dokumen atau peta lainnya yang bukan bagian
dari Perjanjian Inggris-Belanda 1891.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Wawasan nusantara adalah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan bentuk geografinya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam pelaksanannya, wawasan nusantara
mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan
nasional.
Landasan wawasan nusantara dalam
paradigma nasional dapat dilihat dari stratifiskasinya yakni Landasan Idiil:
Pancasila, Landasan Konstitusional: UUD 1945, tercantum dalam pembukaan UUD
1945 alinea keempat yaitu Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, Memajukan kesejahteraan umum, Mencerdaskan kehidupan
bangsa, Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Cara Menentukan Batas Laut Deklarasi
Djuanda: Tentukan titik terluar, Hubungan dengan garis pangkal luar, Ukur dari
garis pangkal lurus sepanjang 12 mil.
Di dalam menyelenggarakan hidupnya, suatu
bangsa memerlukan landasan dasar yang mencerminkan penelitian diaog dinamis
dari berbagai faktor baik yang bersifat objektif maupun subyektif-psikologis
seperti kondisi geografi, kesejahteraan, kondisi sosial, budaya, landasan
idiil, cita-cita dan lain-lain.
Masalah perbatasan wilayah antar Negara
merupakan salah satu bentuk ancaman bagi keutuhan wilayah Nusantara. Kasus
Wulan Camar harusnya menyadarkan bangsa Indonesia bahwa kita sudah jauh dari
Konsep Wawasan Nusantara dan juga kelalaian Indonesia yang tidak menjaga dengan
baik kepulauan Indonesia dengan negara tetangga. Selama ini wawasan nusantara
hanya jadi sebuah slogan tanpa adanya implementasi yang jelas dalam berbagai
segi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mengetuk hati
nurani setiap warga Negara Indonesia agar sadar bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, diperlukan pendekatan dengan program yang teratur, terjadwal dan
terarah. Hal ini akan mewujudkan keberhasilan dan implementasi wawasan
nusantara. Dengan demikian wawasan nusantara terimplementasi dalam kehidupan
nasional guna mewujudkan ketahanan nasioanal dalam rangka menjaga keutuhan
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5.2 Saran
Sebagai
warga Negara yang baik, sudah seharusnya kita menjaga keutuhan wilayah
Nusantara kita, jangan sampai jatuh ke tangan pihak lain. Kita juga harus
melestarikannya dan jangan merusaknya, hal ini harus dilakukan demi
kelangsungan hidup kita dan demi masa depan hidup anak-anak dan cucu-cucu kita
kelak.
Apabila kita menginginkan batas darat
tersebut diubah karena kita merasa garis batas itu merugikan Indonesia, perlu
memikirkan dengan cermat dan matang karena itu berarti mengubah produk hukum.
Yang terpenting, pendekatannya harus dilakukan melalui jalur diplomasi untuk
meyakinkan Malaysia dengan dukungan data/informasi/analisis yang sangat kuat.
Tanpa itu, bangsa kita akan terlihat kurang cantik dalam berinteraksi dengan
bangsa lain. Selain itu, sangat mungkin kita akan dicap plin-plan karena
berniat membatalkan perjanjian yang dibuat oleh pendahulu bangsa kita sendiri
dengan bangsa lain.
Indonesia harus bersikap lebih tenang
dengan tetap memperhatikan segala kemungkinan. Kita semua memang harus membela
tanah air dan tidak mengijinkan siapapun untuk merebut kedaulatan kita walau
sejengkal. Meski demikian, tidak bijak jika pembelaan itu dilakukan dengan
emosi dan tanpa memahami secara jelas ilmu dan ketentuan yang semestinya
digunakan untuk mendukung sikap pembelaan itu.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Azyumardi,
Azra. 2008. Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta. ICCE.
·
Kaelan,
MS. 2000. Pendidikan Pancasila. Edisi
Reformasi. Yogyakarta: Paradigma.
·
Mansur,
Hamdan dkk. 2002.Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
· Rahaditya,
R. 2010.Pendidikan Kewarganegaraan di
Perguruan Tinggi. Jakarta: Pustaka Mandiri.
·
Rini
Ningsih. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan
5. Jakarta : Yudistira.
·
Winarno.
2010. Paradigma Baru Pendidikan
Kewarganegaraan (edisi kedua.) Jakarta: Bumi Aksara.